Jumat, 26 Maret 2010

Keliling Kota

Hari itu bukan hari Minggu, aku yakin itu. Tapi hari Selasa, aku juga yakin itu. Tapi kok libur. Kayaknya ada hari libur nasional apa gitu, agak lupa.

Pada hari itu papi dan mami pergi berziarah bersama warga gereja lainnya. Sejujurnya aku agak kurang tahu di mana, pokoknya di sekitar Jogja lah. Lagian yang wajib tahu lokasinya dengan pasti kan sopir bisnya, ya gak? Jadi cukup wajar kalo aku gak tahu.
Maka berangkatlah dua insan yang mabuk asmara itu pagi-pagi buta, sebelum ayam jantan berkokok tiga kali. Mereka naek mobil ke gereja, kumpul-kumpul bersama peziarah lainnya dulu, trus baru naek bis.
Daaaaa... Berbahagialah wahai ayahku, wahai ibuku...
Demikianlah aku di depan rumah mengantar kepergian mereka, melambai-lambaikan tangan pada mobil papi, sambil menyanyikan "sayonara-sayonara sampai berjumpa pula..." Aku berharap papi dan mami membalas dengan menyanyikan "selamat belajar nak penuh semangat.." Tapi tidak tuh. Ya sudah, bakat orang emang berbeda-beda.
Laguku belum sempat sampai pada bagian "buat apa susah, buat apa susah, susah itu tak ada gunanya", tapi mobil papi sudah tidak terlihat lagi. Maka aku memutuskan buat apa susah-susah nyanyi lagi karena itu tak ada gunanya. Aku pun masuk rumah dan tidur lagi.

Aktivitasku hari itu sampai tengah hari sepertinya tidak ada yang perlu diceritakan. Gitu-gitu aja.
Sorenya, sekitar pukul 3, aku yang bosan di rumah ini berniat jalan-jalan keliling kota. Aslinya sih mau naek mobil aja, siapa tahu ujan. Tapi itu tidak mungkin. Penyebab utamanya adalah, tahu sendiri kan, mobilnya lagi dipake papi-mami. Penyebab sampingannya adalah aku ini gak bisa nyetir mobil. Akhirnya pergilah aku naek sepeda motor.

Jalan keluar dari perumahanku itu Jalan Hasanuddin namanya.
Jalannya beraspal. Aspalnya bolong-bolong. Bolong-bolongnya berair. Airnya sisa hujan yang entah kapan terjadinya. Parah deh pokoknya. Kalau aku jadi Hasanuddin aku pasti sudah marah besar karena namaku dipake buat nama jalan yang wujudnya asusila gitu.
Semua kendaraan -- dari mobil mewah keluaran terbaru yang berisi satu orang, sampe motor bebek tua yang dinaiki satu keluarga -- semua harus rela enjot-enjotan di jalan yang bergelombang itu. Yang paling menderita tentu saja adalah shock breaker sepeda motorku yang harus menanggung beban berat lemak-lemak dan dosa-dosaku. Yah, salah siapa mau jadi shock breaker.

Setelah melalui neraka jahanam itu, beloklah aku ke kanan, ke Jalan Imam Bonjol. Jalanannya bisa dibilang nyaman, di kiri kanan ada pohon-pohon besar nan rindang. Tapi sayang dari arah berlawanan kadang ada bis-bis urakan yang kebut-kebutan. Mungkin aja karena sopirnya dulu bercita-cita pengin jadi pembalap nasional seperti Taufik Hidayat tapi gak kesampaian. Mungkin aja karena mereka harus bersaing rebutan penumpang dengan bis lain di depan atau belakangnya. Yah semoga saja mereka bisa berebut penumpang dengan sportif tanpa harus merebut nyawa orang. Selamat berjuang bapak-bapak sopir!

Tibalah aku di seputar Tugu Muda yang menjulang tinggi, walaupun masih kalah tinggi sama Monas, apalagi sama patung Liberty, apalagi sama Mount Everest, apalagi sama Tuhan yang Maha Tinggi. Ya sudah.
Sayang aku berangkatnya sore-sore. Kalau malam pasti Tugu Muda terlihat lebih bagus lagi, ada lampu-lampu kecil yang dipasang di puncaknya. Terlihat sangat indah, bagaikan sebatang rokok raksasa yang berpendar di tengah kota. Apaan sih...

Lalu sepeda motorku mengarah ke Jalan Pandanaran. Jalannya puanjaaaang sekali, dari pojok sini sampe pojok sana. Untunglah aku naek sepeda motor. Kalau aku jalan kaki, pasti aku tidak naek sepeda motor. Halah... Ngelantur lagi.
Oya, lupa bilang. Di sepanjang perjalanan tadi banyak terlihat poster-poster, spanduk-spanduk, dan baliho-baliho dari para calon wali kota. Sebentar lagi mau pemilihan wali kota sih. Sebentar lagi kapan? Ya kira-kira 5 menitan lagi. Tunggu aja.
Masing-masing calon dengan pose dan slogannya sendiri-sendiri. Siapa mereka itu? Aku gak kenal. Aku cuma tahu dari poster aja tuh. Sekedar, oh ini pak itu, oh itu bu ini... Sekedar gitu.
Lalu aku akan disuruh memilih wali kotaku dari orang-orang yang aku cuma tahu dari iklan-iklan itu??? Jangan bercanda deh. Tapi ya sudahlah, aku ini orangnya suka pasrah dan nurut, tipe mental rakyat jelata. Pasti aku pilih salah satu kok. Tapi ya itu, cuma berdasarkan iklan.
Oya lagi, yang tadi aku bilang pemilihannya 5 menitan lagi itu boong kok. Pasti juga uda pada tahu kan?

Sampailah aku di pusat kota yang bernama Simpang Lima. Selain pusat kota, tempat ini juga terkenal sebagai pusat papan iklan. Di sana-sini berdiri papan iklan. Mulai dari iklan narkoba (maksudnya iklan jauhi narkoba, bukan iklan jualan narkoba gitu) sampe iklan calon wali kota tadi.
Ada juga papan yang gambarnya wali kota yang masih berkuasa sekarang. Isinya tentang apa aku uda lupa. Jaga kebersihan atau kesehatan gitu mungkin. Atau jagalah ketertiban gitu. Atau jagalah hati jangan kau nodai. Tapi gak mungkin ding, itu mah Aa Gym. Lupa ah pokoknya. Papannya uda kusam dan suram. Sekusam dan sesuram masa depannya. Masa depannya siapa? Sudahlah tidak perlu dibahas daripada aku kena masalah.

Wah wah, ada Avatar di bioskop! Itu reaksiku saat melihat poster pilem bioskop yang ada di salah satu mal. Itu kan pilem box office terkenal! Sangat booming dimana-mana! Temen-temenku di kota laen yang uda nonton aja sampe heboh update status di Facebook! Kapan mereka nontonnya ya? Hmm.. Kira-kira sudah DUA-TIGA BULAN yang lalu... Walah, sialan. Sialan mereka. Jadi merasa basi deh aku. Males ngomongin lagi deh. Ya beginilah bioskop di kotaku. Yang sering up to date cuma pilem-pilem nasional yang kadang gak jelas gitu. Pilem tentang arwah gentayangan berbodi seksi, tentang hantu cabul, tentang suster yang suka merawat rambut. Semacam itu lah.

Dari Simpang Lima aku kembali mengarah ke Pandanaran karena mau ke toko buku yang ada di situ. Lha kok gak dari tadi ke situ aja, pake muter-muter Simpang Lima segala? Kata orang, hidup itu soal pilihan. Dan muter-muter Simpang Lima adalah pilihanku. Jadi mohon biarkan saja.
Perbuatan tercela yang kulakukan di toko buku, seperti misalnya baca buku gratisan, sepertinya tidak perlu dibahas karena dapat mempengaruhi kelakuan generasi muda yang secara tidak sengaja membaca blog ini. Setelah pulang dari toko buku pun aku melewati jalan yang sama seperti saat berangkatnya tadi. Jadi sepertinya tidak ada lagi yang perlu dibahas di sini. Maka tidak ada lagi alasan untuk tidak mengakhiri posting ini.
Ya sudah.




Papi dan mami pulang rumah jam 12 malem. Aku lagi nonton tipi. Andai itu aku yang pulang jam segitu, pasti mami uda mencak-mencak tanya aku darimana aja, jam segini baru pulang. Tapi untungnya aku, sebagaimana yang sudah Pembaca tahu, adalah anak yang soleh dan pengertian kepada orangtuanya. Maka kusambut mereka dengan gembira, termasuk segenap oleh-olehnya. Terbersit niat untuk nyanyi "halo halo Bandung" tapi karena mereka dari Jogja, maka akan terasa jayus dan gak nyambung. Lagian daripada diprotes warga setempat karena berisik. Ya sudah gak jadi nyanyi. Papi-mami pasti kecewa. Tidak apa-apa, sudahlah Pi, sudahlah Mi, kan masih ada hari esok. Begitu kataku dalam hati. Selamat malam.....

5 komentar:

  1. blognya berartikel, artikelnya lucu, lucunya khas. Lanjut terus muridku!! Rabbi mendukungmu!!

    pasang quote ah..."PIYE YUUUU~~~"

    BalasHapus
  2. uopo to yooo....
    eniwei, terima kasih :D

    BalasHapus
  3. udaaah lamaaa postnya tapi aku baru baca

    "Kalau aku jadi Hasanuddin aku pasti sudah marah besar karena namaku dipake buat nama jalan yang wujudnya asusila gitu.
    Semua kendaraan -- dari mobil mewah keluaran terbaru yang berisi satu orang, sampe motor bebek tua yang dinaiki satu keluarga -- semua harus rela enjot-enjotan di jalan yang bergelombang itu"

    waakakkaa PORNO koooohhh :p
    keep posting :)

    BalasHapus