Sabtu, 20 November 2010

Good Morning! Good Night! Jakarta!

~16/10/2010~
Sabtu pagi itu aku terbangun di dalam bus. Bus yang AC-nya duiinginn sekali, sehingga aku jadi tau perasaan chicken nugget dan botol Yakult di lemari pendingin supermarket.
Dengan mata yang belepotan tahi mata, kulihat kiri-kanan banyak gedung bertingkat-tingkat. Oh, kayaknya ini udah sampe Jakarta nih. Loh ngapain Yuwono ke Jakarta? Begitulah kalian akan bertanya-tanya kepada sesama kalian. Maka sesama kalian pun akan menjawab, bukankah ada tertulis bahwa Yuwono sang anak manusia telah diterima di sebuah perusahaan di Jakarta, dan bahwa Yuwono akan bekerja di sana mulai hari Senin. Itulah mengapa Yuwono harus meninggalkan kampung halamannya menuju Jakarta.
Oh, yeah!!

Kemudian aku pun mengirim SMS kepada ayah-bunda di Nazareth, kirim kabar supaya ayah-bunda tenang dan nyaman. Maklum lah anak berbakti.
SMS-nya biasa aja sih. Datar, gak pake becanda seperti harapan kalian. Maaf. Itu karena aku masih agak sedih berpisah dengan mereka tadi malam. Aku sampe hampir nangis lho waktu pamitan. Kalo itu masuk acara reality show pasti sudah diekspose habis-habisan. Reality show kan suka banget liat orang nangis-nangis, ato orang marah-marah, ato orang misuh-misuh, ato orang berkelahi... Udah ah, lagi sedih kok masih sempet bahas yang gak penting gitu.

Bus pun berbelok ke terminal Rawamangun dan mengakhiri perjalanannya. Itu kira-kira jam 6 pagi. Begitu sampai, pertama-tama tentu saja aku tak lupa segera meng-update status facebook untuk memastikan eksistensiku di dunia maya. Setelah itu yang kedua barulah mengucap syukur pada Tuhan karena telah melindungi sepanjang perjalanan hingga selamat sampai di Jakarta. Good morning Jakarta!

Pintu bagasi bus pun dibuka. Wohh, lihatlah itu semangat para pemuda terminal! Dengan antusias mereka berlarian menghampiri bagasi, untuk berebut membantu mengambilkan dan membawakan tas koperku. Luar biasa sekali jiwa pelayanan mereka!
Tapi karena aku merasa aku bukanlah siapa-siapa yang pantas untuk dilayani bagaikan seorang Tuan, maka aku pun menghentikan aksi bakti sosial mereka dan memilih untuk membawa koperku sendiri. Eh, mereka tetep ngeyel pengin bawain. Benar-benar orang yang konsisten, aku bangga padamu oh mas pemuda. Setelah diyakinkan berulang kali barulah dia mau mengikhlaskan koperku. Terima kasih atas niat baikmu itu, semoga amal ibadahmu diterima oh mas pemuda.

Kemudian aku menunggu di terminal. Menunggu temen mami yang katanya akan datang menjemput. Naik mobil tentu saja. Karena ketahuilah aku ini anak yang manja dan borju. Sori aja kalo suru naek angkot sendiri.
Sesampainya di rumah temen mami itu, aku bolehlah menumpang mandi walaupun tidak ada sumur di ladang. Nah menurut kalian apakah perlu aku ceritakan secara mendetil apa saja yang terjadi ketika aku mandi? Misalnya ketika kubuka kancing bajuku satu persatu perlahan-lahan dan seterusnya. Ato misalnya bagian apa saja yang aku gosok dan sabuni? Tentu saja para pembaca wanita akan bersemangat tapi aku juga memikirkan perasaan para pembaca pria yang akan bergidik ngeri. Karena itu kita skip saja ya.

Setelah mandi dan makan roti tak beragi, aku diantar ke kantor yang berlokasi di daerah Kepulauan Gadung. Hari itu sampai seminggu ke depan aku akan meniduri guesthouse perusahaan. Jadilah aku ke kantor dulu untuk diurusi orang kantor soal tempat tinggalku itu. Orang kantor itu sebut saja namanya Mas O. Kalau kalian melihat sendiri kantorku, kalian pasti akan iri dan dengki, apalagi kalo kalian dari perusahaan lain. Bagus sekali loh itu kantornya, jauh lebih bagus daripada terminal Rawamangun tadi (ya iyalahh). Aku sampe pengin cium tanah.

Sebelum ke guesthouse, oleh Mas O aku diajak survey lapangan dulu. Ngapain survey lapangan? Ini berhubungan dengan pekerjaan dan merupakan rahasia perusahaan. Jadi tidak akan aku ceritakan selama survey aku ngapain aja. Tapi bolehlah aku ceritakan bahwa aku survey sampai ke daerah Pondok Gede, dan bahwa aku mengendarai motor kantor sendiri sambil mengikuti Mas O dengan motornya di depan, dan bahwa siang itu panas sekali, dan bahwa jalanan macet sekali. Oh, itu macet bukan sembarang macet wahai warga Semarang. Itu adalah macetnya Jakarta. Lihatlah itu jalan raya apa parkiran, kok mobilnya gak bergerak sama sekali gitu. Sepeda motor juga pada lewat di atas trotoar, mungkin pengendaranya ingin bernostalgia saat dulu masih jadi pejalan kaki dan belum mampu kredit motor.

Ini ngapain juga ya orang-orang pada kompak semua mau ke Pondok Gede, sampe jalanan jadi penuh sesak gini. Padahal kan mereka bisa aja ke Ancol, ato ke Dufan, ato ke Monas, ato ke Bali, ato ke Batam, ato Singapore. Sialan sekali.
Ini semua gara-gara J.P. Coen! Kalo dulu dia bikin markas VOC di Papua, pasti Jakarta gak sehebat sekarang ini dan orang-orang gak pada ke sini. Kalo Papua kan besar tuh, jadi kayaknya gak bakal macet kayak gini deh. Ah, dasar kau J.P Coen!

Urusan di Pondok yang Gede itu selesai kira-kira jam 5 sore. Aku pun lalu diantar oleh Mas O ke guesthouse di daerah Kelapa Gading. Sampai di guesthouse kira-kira jam 6 sore. Wohhh... Kalau aku ceritakan guesthouse-nya kayak apa, kalian pasti juga bakal iri dan dengki lagi. Jadi gak usah aja lah ya.

Sesampainya di sana aku langsung mandi di kamar mandinya yang mewah itu, pake aer hangat yang mengucur dari shower. Aslinya si mau berendam juga di bathub-nya, tapi lagi males. Kapan-kapan aja lah, toh masih seminggu aku di sini. Lalu aku rebahan di kasurnya yang springbed dan queensize itu, sambil nonton tipi LCD yang gede seperti Pondok Gede, dengan ratusan channel yang bisa dipilih. Sangar ya sangar ya...

Malemnya si mami telepon, si papi juga ikut ngobrol tapi pake hape si mami. Curang sekali, lagi irit pulsa mungkin. Diingetinnya suru minum vitamin, jangan tidur kemaleman, jangan ngirit-ngirit makan.. Trus juga ngobrol ngalor ngidul... Oh oh betapa aku sudah merindukan kalian! Semoga di sana kalian berdua sehat dan bahagia selalu.



Kuakhiri hari itu dengan menemui si gadis Taiwan di dunia maya. Oh, wajahnya masih cantik seperti sedia kala. Kalau aku ceritakan cantiknya seperti apa, kalian pasti akan benar-benar sangat iri dan dengki, jauh lebih iri dan dengki daripada soal kantor ato guesthouse tadi. Sukurin! Oh, andai saja waktu macet tadi ada dia bersamaku, mau macet sampe tiga tahun pun aku rela... Oh, udah ah, capek...
Good night sweetheart!
Good night Jakarta!
Check out more..

Kamis, 30 September 2010

Akhirnya Akhir September

Tiba-tiba hari ini sudah 30 September.
Walah... Kayaknya bulan September ini melesat begitu cepat dan dahsyat, bagaikan kecoak diuber-uber orang serumah. Haissh, apaan sih...

Malam ini ditandai dengan hujan sederas-derasnya di kota Semarang. Plus juga petir menyambar-nyambar dihiasi kilat menyala-nyala, bagaikan lampu-apa itu ya namanya, yang ada payungnya segala itu, yang di studio-studio foto itu. Plus angin juga bertiup-tiup, bagaikan apa ya... ah sudahlah, aku sudah kehabisan perumpamaan yang agak lucu.
Seakan-akan langit September ingin memberikan pertunjukannya yang terakhir, sebuah grand closing. Seakan-akan juga ia mau menantang si langit Oktober, kira-kira seperti ini, "Hei lihatlah ini, aku bisa ujan sederes ini! Mari kita lihat kamu bisa sederes apa!" Oh, tolong kamu jangan terprovokasi wahai langit Oktober!

Saking deresnya sampe jalanan di depan rumah tergenang air lumayan tinggi. Kasian lah itu yang jual nasi bungkus di lapangan depan rumah. Kasian juga lah itu yang jual gorengan di sebelah rumahku. Kasian juga orang-orang yang pada keluyuran di jalan itu naek sepeda motor. Lalu kasian juga korban kerusuhan Tarakan kemaren. Dan kasian juga korban Lapindo yang udah lama gak diurusi itu. Trus kasian juga kita ini semua orang berdosa. Udah ah..

Saking deresnya juga sampe tiba-tiba kamarku bocor. Ini bocor bukan sembarang bocor semacam soal ujian nasional itu. Ini bocor istimewa. Aernya sampe ngocor kayak pancoran gitu. Masyaallah. Di sana sini pula. Sayang gak sempat difoto. Kan lumayan bisa dipamerkan pada kalian di sini, di facebook juga, biar kalian bisa ikut gembira. Lantai kamar sampe tergenang aer. Langsung segera kasur dipindah keluar. Keluar kamar maksudnya, bukan keluar rumah. Lemari buku juga diangkut, tentu saja beserta bukunya. Barang-barang yang laen juga. Itu aku bahu membahu bersama ayah-ibu. Kompak lah pokoknya. Aku sampe pengin tepuk tangan, tapi sayang tanganku baru dipake buat angkat junjung. Ya udah aku tahan nafsuku itu.

Sekarang udah berhenti sih bocornya. Tapi ya gitu, kamarku masih porak poranda. Besok pagi papi mau manggil insinyur buat mbenerin. Yang dari luar negri sekalian insinyurnya, biar sangar.

Begitulah akhir September di rumahku. Oh! Jadi inget ini tanggal 30 September malem, dulu banget biasanya malem-malem gini ditayangkan pilem G30SPKI di tipi. Dulu aku yang masih dalam wujud anak SD itu tentu saja setiap tahun selalu menonton karena penasaran. Lalu kemudian selalu takut sendiri n ga bisa tidur. Lalu kemudian pindah tidur di kamar papi-mami. Setiap tahun selalu begitu. Gak kapok-kapok. Dasar pecundang gendut. Oh! Jadi inget juga malem ini aku mesti nunut tidur di kamar papi-mami lagi karena kamarku sementara tidak layak huni. Oh! How nostalgic!

Ya sudah lah sekian dulu kuakhiri posting yang mengakhiri akhir September ini.
Dan memang itulah tujuannya posting ini.
Agar September ini blog-ku tidak kosong tanpa postingan.

Yeah!! Check out more..

Selasa, 24 Agustus 2010

Merencanakan Bayi

Pada suatu hari di dunia maya, melalui media bernama Yahoo Messenger.....


"Emang kalo kamu uda nikah nanti, pengen punya anak berapa?" begitu tanya gadis cantik itu padaku.
Aku pun menjawab dengan yakin dan ikhlas, "Dua."
"Hah? Dua?? Dua apa?? Dua ratus?? Haha..." Eh, pake ketawa lagi, padahal jayus. Untunglah kamu cewek cantik. Jadinya aku maklumi.
"Husss!! Mbo' pikir aku pria macam apa pengen punya anak dua ratus gitu!!" Aku sih ngetiknya dengan nada marah-marah gitu, padahal aslinya sih nggak marah loh. Biasa lah anak muda, suka pura-pura ngambeg buat cari perhatian.
"Haha.. Iya-iya becanda... Jangan ngambeg gitu ah, nanti cakepnya ilang.. Hihi.. Dua anak kan penginnya?" Tuh bener kan, diperhatiin, dibilang cakepnya ilang segala. Pura-pura ngambeg emang asyik deh.

"Iya, penginnya dua... Dua RIBUUU!! Bwahahahaha...." Ealah, jayus kok pake ngakak segala. Uda gitu jelek pula orangnya. Ludahi saja. Pasti begitu kan pikiran kalian? Tak apa, aku maafkan saja kalian karena aku sedang sibuk bercerita. Lagian ini bulan puasa.
"Husss!! Wong edan!! Haha..." Begitu balasnya, kayaknya sih gembira soalnya pake haha gitu.

"Loh? Kok malah dibilang wong edan sih? Ini juga bukan kemauanku, tapi kemauan Tuhan! Kamu gak pengin melaksanakan kehendak Tuhan?"
"Heh?? Bawa-bawa Tuhan segala!!" Marahkah dia? Entahlah... Aku si gak urusan, soalnya dia kalo marah pun tetep cantik.
"Iya, bener kok. Bukankah dulu Tuhan bersabda pada Adam dan Hawa, beranakcuculah dan berkembangbiaklah, penuhilah bumi ini. PENUHILAH BUMI INI!! Nah lo... Mana bisa dua anak doang buat menuhin bumi. Dua ribu dong!" Logis kan? Oh yeah!

"Hahaha!! Wong edan!! Menyalahgunakan firman Tuhan!! Dasar kafir!!! Haha..." Biasanya orang ngatain kafir sambil nglemparin batu kan? Lah ini malah sambil ketawa-ketawa. Ckckck... Serius dikit dong sayangku!
Maafkanlah makhluk ciptaan-Mu ini ya Tuhan, yang bawa-bawa nama-Mu seenaknya, yang pake-pake sabda-Mu sembarangan. Tapi percayalah Tuhan, aku tidak menyalahgunakannya untuk mencari pengikut-pengikut, yang kemudian untuk dikeruk uangnya di dalam nama-Mu. Ataupun juga pengikut-pengikut yang kemudian dimanfaatkan untuk berbuat kekerasan dan anarkisme dengan menyebut nama-Mu.
Tidak Tuhan, percayalah!

"Biarin kafir... Gak pa pa! Kan menurut Undang-Undang Dasar, kafir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara"
"Itu fakir tau! Hahaha..." Iya, uda tau kok, aku kan pura-pura salah biar kamu ketawa.
Maafkanlah wargamu ini ya pemerintah, yang mengubah isi Undang-Undang Dasar demi kepentingan pribadinya. Tapi percayalah kepentingan pribadiku cuma untuk becanda. Bukan untuk merebut hak-hak rakyat jelata atau menumpuk kekayaan pribadi seperti yang biasanya kalian lakukan. Jadi kalian pasti bisa memakluminya kan?

Yah, begitulah kami berdua... Jumpanya hanya di dunia maya gara-gara si gadis cantik melanjutkan studi di Taiwan. Kuliah apa ya di Taiwan? Kayaknya sih kuliah kungfu ato taichi gitu. Di sana kan terkenal ilmu silatnya.
Sering aku bertanya, kalau dia nulis 'hahaha' di YM itu tadi, apakah dia ketawa beneran di sana? Ataukah dia cuma berusaha menghargai usahaku menghiburnya? Yang manapun, aku tetap bahagia.
Sering juga aku bertanya apakah kehadiranku yang cuma berupa sekumpulan tulisan di layar monitor itu cukup baginya? Yang ini aku gak tau jawabannya.

Ya sudah.

Semoga kamu cepat lulus ya... Lalu segera kita mulai proyek pemenuhan bumi ini!
"Heh! Wong edan!" Pasti begitu katamu.


"Heh! I love you!" Itu kataku.
Check out more..

Sabtu, 14 Agustus 2010

Lone Wolf Leunami Won

Kemaren aku tiba-tiba pengin nonton pilem di bioskop.

Loh piye to? Sudah berbulan-bulan menghilang dari blog ini, kok tiba-tiba yang diomongin malah nonton bioskop. Kemana sajakah Tuanku selama ini? Ngapain aja?
Pasti pertanyaan-pertanyaan itu berkecamuk di sanubari Saudara-saudari sekalian yang memiliki rasa ingin tahu yang luar biasa.
Oh, terima kasih sudah bertanya, tapi maaf hal itu belum akan kuceritakan dulu. Laen kali deh ya. Oke, back to topic.

Kemaren aku tiba-tiba pengin nonton pilem di bioskop. Pilem Inception judulnya. Hari gini baru nonton Inception? Biarin lah. Lagian kan aku nonton juga pake uangku sendiri, bukan uang rakyat jelata.
Aku pun pergi sendiri naek sepeda motor. Pilemnya jam 6.15 sore, tapi aku udah berangkat jam 5 sore. Itulah hebatnya aku, orang yang disiplin dalam hal waktu dan selalu berusaha datang sebelum acara dimulai. Teladanilah aku wahai rakyat Indonesia!
Oya, lupa bilang. Bioskopnya itu daerah Simpang Lima. Tidak usah kita sebut namanya lah, oke?
Akhirnya aku sampai di E-Plaza kira-kira pukul 5.30. Itu termasuk lama loh. Biasanya dengan kecepatan yang waras aku bisa sampe dalam waktu 15-20 menitan. Maklum lah jam orang pulang kantor, jadi macet semua. Apalagi di Simpang Lima sedang ada acara upacara tentara-tentara gitu. Gak tau upacara dalam rangka apa, mungkin untuk ngabuburit. Keren juga ya ngabuburit-nya tentara.

Setelah membeli tiket, karena masih ada waktu, aku pun melarikan diri ke toko buku di deket situ. Di toko buku yang berinisial G ini (Gramedia loh, bukan Gunung Agung) aku baca buku gratisan. Trus beli buku juga ding. Kemudian aku pun kembali ke bioskop yang namanya tidak usah disebut itu tadi kira-kira pukul 6.
Di dalam pikiranku yang penuh dengan hal-hal duniawi itu, aku sudah berencana akan beli minuman dan burger untuk teman menonton pilem. Sampe uda bayangin betapa nikmatnya si burger segala. Sesampainya di mbak bakul minuman dan makanan di dalam bioskop, ternyata harga burgernya 15 ribu! Woalahh, kirain 7 ribuan!
Ya udah, maaf ya Bur, laen kali aja kalo aku uda kerja pasti akan kuborong dirimu dengan mudahnya. See you again! Akhirnya aku beli minum aja...

Di dalem studio itu sepi sekali. Hanya aku bersama beberapa pasangan muda-mudi dan tua-tui. Ada juga pasutri bersama anaknya yang masih bayi segala. Hebat juga tu bayi doyan pilem berat gini. Aku waktu bayi dulu nonton Unyil aja gak mudeng. Kalo si jabang bayi itu juga diitung, mungkin kira-kira cuma ada 10 jiwa di dalem studio itu. Benar-benar eksklusif!
Sepertinya aku gak perlu cerita tentang pilemnya karena aku yakin Inception yang aku tonton ini jalan ceritanya pasti sama dengan Inception yang kalian tonton. Jadi kalian pasti juga udah tau, kecuali kalo kalian ada yang belum nonton. Sukurin.

Ternyata emang benar kata Kang Jajas (seorang ahli pengamat pilem, teman kuliahku dulu). Nonton pilem berat gini paling enak emang sendirian. Gak ada yang towal-towel tanya ini maksudnya gimana, tanya itu jagoannya ato penjahatnya, tanya ini masih lama apa gak pilemnya, dst. Jadi bener-bener fokus. Aku jadi merasa iba pada si bayi karena dia nonton dengan kedua orangtuanya. Pasti gak bisa konsen.
Pilem pun berakhir dengan happy ending (setidaknya menurutku) pada pukul 9-an.

Sepulangnya dari bioskop, aku pengin makan nasi pecel. Maka sepeda motor bersama dengan aku yang setia di atasnya melaju ke jalan Mataram karena di sanalah letak warung nasi pecelnya. Walaupun di layarnya hanya tertulis "Warung Makan Nasi Pecel", tapi di sana ternyata jual es teh juga. Maka aku pun pesen es teh juga. Ketika si mbok nasi pecel kukecam soal tulisan di layar itu, ia pun berkata "Apa yang kutulis, tetap tertulis" Ya sudah lah mbok.
Lalu karena aku pengin makan lagi, aku pun tambah satu pincuk lagi. Tidak ada yang mencubit perutku karena kebanyakan makan malem-malem gini. Tidak ada yang ngomelin nanti bisa gendut de el el. Agak kangen juga jadinya denganmu. Tapi kenyang.

Setelah itu aku pun pulang dengan melewati jalanan kota yang penuh berhiaskan lampu-lampu. Karena sudah agak malam jadi jalanan cukup lengang sehingga aku bisa nyetir dengan seenaknya: zig-zag kiri kanan, ngedrift di aspal, ngebut dengan roda depan diangkat, ngebut dengan berdiri di jok motor sambil memejamkan mata, dll. Pokoknya sangar sekali lah aku saat itu, bagaikan Ali Topan anak jalanan. Andai kalian bisa melihatnya...
Oh, sebenarnya asyik juga kesendirian itu, kalau saja kalian tau cara menikmatinya! Maka janganlah terlalu mengutuki nasib kalian wahai para singlewan dan singlewati di seluruh negri, nikmati saja!
Check out more..

Sabtu, 27 Maret 2010

Stormy Stormy Night

Suatu hari di masa depan...


Malem itu aku lagi nonton bluray bajakan di ruang keluarga. Judulnya apa ya? Sudahlah kalian juga gak bakal tahu, ini kan pilem masa depan. Aku nonton sendirian deh. Anak-anak dan istriku uda tidur duluan. Dasar cupu. Pembantuku uda tidur belum? Gak tau dong, emangnya kalian pikir aku majikan macam apa?

Di luar hujan deres. Dingin sekali. Petirnya juga menyambar-nyambar dengan menggebu-gebu. Tapi jangan khawatir, di jaman ini uda jarang mati lampu. Kalo gak salah lampu mati terakhir itu 4 taon yang lalu.

Pilemnya uda abis. Saatnya tidur. Tipi pun kumatikan. Sebagai informasi, tipi di jaman ini dikendalikan oleh perintah suara. Jadi kita tinggal mengucapkan kata-kata tertentu yang nanti akan dideteksi oleh tipi. Gak perlu pake remote lagi.
"Harmoko!" Itu adalah perintah suara yang kuatur untuk mematikan tipi. Entah kenapa aku pilih itu. Sampe sekarang aku sendiri heran. Tipi pun mati. "Matikan!" Kalo itu adalah perintah suara untuk menyalakan tipi. Nah, bingung kan? Aku juga. Tipi pun nyala lagi.
"Harmoko!" Mati. "Matikan!" Nyala. "Harmoko!" Mati. "Matikan!" Nyala.
"Harmoko! Matikan! Harmoko! Matikan! Harmoko! Matikan! Harmoko! Matikan! Harmoko! Matikan!"
Tipi pun kedip-kedip mati-nyala dengan setia sesuai perintah. Bagaikan lampu diskotek. Eh diskotek uda gak ada ding, uda diharamkan 7 tahun yang lalu.
Karena si tipi gak konslet-konslet juga, aku pun menyerah dan memilih untuk mengakui ketangguhannya. "Harmoko!" Lalu aku pun menuju ke kamar tidur di mana terdapat istriku tercinta di dalamnya.

Istriku itu sudah terbaring di ranjang. Yes! Segera kusebelahi dia dengan penuh semangat. Tahu sendiri kan efek hawa dingin pada pria. Posisinya memunggungiku. Aku towel-towel tangannya dengan lembut dan penuh kasih sayang. Tidak ada reaksi. "Maaaam..." Panggilku dengan manja dan imut. Masih tidak ada reaksi.
Aku mulai penasaran, aku guncang bahunya perlahan sambil memanggil namanya. Siapa nama istriku itu? Sudahlah itu urusan rumah tangga orang, jangan ikut campur. Aku guncang lagi bahunya agak lebih keras. Tapi masih tidak ada reaksi. Hmm...
Aku pun berkata "Innalilah..."
"HUSSSSSSSSSSS!!"
Eh itu dia bangun, lalu mencubit perutku. "Nyumpahin istri sendiri ya!"
Ahahaha, ketahuan kamu pura-pura tidur oh istriku! Teganya dirimu...
"Salah sendiri pura-pura bobo"
"Habis kalo gak gitu pasti kamu ngajak ngobrol, jadi makin gak bisa tidur deh"
"Oh jadi dari tadi gak bisa tidur?"
"Iya hujannya serem sih....."
Lebih serem kamu kalo marah deh say, itu kataku dalam hati kepada istriku. Pasti dia gak denger. Rasain.
".....uda gitu belum berhenti-berhenti lagi," lanjutnya.

"Ya udah kalo takut sini tidurnya papa peluk aja."
"Ogah, bau! Hihi.."
Walo bicaranya demikian, dia tetep aja nurut pas dipeluk. Pake senyum-senyum lagi.
Dasar malu-malu mau. Hihi...
"Nah kalo dipeluk gini kan bisa jadi gak takut lagi..." kataku.
"Iya, bisa jadi anget juga.. hehe.." lanjut istriku.
"Iya, bisa jadi bayi juga... hehe.. aduhhh..." itu aku dicubit isriku.
"Mbooohhh, ngeresss..." begitu katanya. Walah...

Aku yakin kisah ini bisa berlanjut dengan lebih seru dan mendebarkan bagi para Pembaca pria yang masih sehat di seluruh muka bumi, sayangnya tiba-tiba masuklah kedua anakku ke dalam kamarku, "Papah.. Mamah....".

Anakku yang pertama itu lelaki. Sudah kelas 1 SD tapi masih single. Wajahnya seperti ibunya, syukurlah. Namanya Ervian. Itu adalah gabungan dari nama temen-temenku semasa kuliah dulu: Erisman, Octavianus, Andreas. Waktu ngasih nama anak itu, istriku sempet tanya, apa nanti temen-temenku yang laen yang namanya gak dipake gak pada iri. Lalu kujawab dengan bijak, "Oh kalau begitu kita bikin lagi aja yang banyak biar semua temenku bisa kepake namanya..." Seharusnya kalian sudah tahu gimana reaksi istriku kan? Baiklah tidak usah kita bahas.
Anakku yang kedua itu perempuan. Masih playgroup, masih single juga. Namanya dipilihkan oleh ibunya. Sebut saja Bunga, tapi itu bukan nama sebenarnya.

"Papah... Mamah... Takut...." Itu Ervian yang ngomong.
"Pah.. Mah.. Atuutt..." Itu Bunga ikut-ikut.
"Ah, cupuuuuuu..." Itu aku.
"Sini sayang..." itu istriku, menyuruh anak-anak naik ke kasur, sambil mencubit perutku lagi dengan keras.
"Mah.. Attiiit.." Itu aku lagi.

Akhirnya kami tidur berempat, dengan Ervian dan Bunga di antara aku dan istriku.
"Nanti kalo uda gede, Ervian harus bisa jaga adek yaa..." kataku.
"Iya," jawabnya, "si Bunga dikasih adek juga ya Pah, biar rame..."
"Wuookeee anakku.... Siap laksanakan! Mamah siap juga kah??" Jadi penasaran reaksinya....
"Tidurrr!!" Oh reaksinya tegas, tapi tersenyum. Hore... Tinggal tunggu waktu.
"Siap! Hihi...."
Ervian dan Bunga ketawa. Ih, apa mudeng sih kalian? Udah sana pada tidur!

Hujan di luar masih turun dengan hebatnya. Petir juga masih kayak yang tadi. Cuaca yang mengerikan.
Tapi tidak dapat mengalahkan kehangatan keluargaku. Aku jadi terharu dan ingin menangis. Tapi uda ngantuk. Ya sudah, kapan-kapan aja nangisnya.
Selamat tidur anak-anak... Selamat tidur Nyonya yang cantik di sebelah sana...



Hoahhmmm...
Check out more..

Jumat, 26 Maret 2010

Keliling Kota

Hari itu bukan hari Minggu, aku yakin itu. Tapi hari Selasa, aku juga yakin itu. Tapi kok libur. Kayaknya ada hari libur nasional apa gitu, agak lupa.

Pada hari itu papi dan mami pergi berziarah bersama warga gereja lainnya. Sejujurnya aku agak kurang tahu di mana, pokoknya di sekitar Jogja lah. Lagian yang wajib tahu lokasinya dengan pasti kan sopir bisnya, ya gak? Jadi cukup wajar kalo aku gak tahu.
Maka berangkatlah dua insan yang mabuk asmara itu pagi-pagi buta, sebelum ayam jantan berkokok tiga kali. Mereka naek mobil ke gereja, kumpul-kumpul bersama peziarah lainnya dulu, trus baru naek bis.
Daaaaa... Berbahagialah wahai ayahku, wahai ibuku...
Demikianlah aku di depan rumah mengantar kepergian mereka, melambai-lambaikan tangan pada mobil papi, sambil menyanyikan "sayonara-sayonara sampai berjumpa pula..." Aku berharap papi dan mami membalas dengan menyanyikan "selamat belajar nak penuh semangat.." Tapi tidak tuh. Ya sudah, bakat orang emang berbeda-beda.
Laguku belum sempat sampai pada bagian "buat apa susah, buat apa susah, susah itu tak ada gunanya", tapi mobil papi sudah tidak terlihat lagi. Maka aku memutuskan buat apa susah-susah nyanyi lagi karena itu tak ada gunanya. Aku pun masuk rumah dan tidur lagi.

Aktivitasku hari itu sampai tengah hari sepertinya tidak ada yang perlu diceritakan. Gitu-gitu aja.
Sorenya, sekitar pukul 3, aku yang bosan di rumah ini berniat jalan-jalan keliling kota. Aslinya sih mau naek mobil aja, siapa tahu ujan. Tapi itu tidak mungkin. Penyebab utamanya adalah, tahu sendiri kan, mobilnya lagi dipake papi-mami. Penyebab sampingannya adalah aku ini gak bisa nyetir mobil. Akhirnya pergilah aku naek sepeda motor.

Jalan keluar dari perumahanku itu Jalan Hasanuddin namanya.
Jalannya beraspal. Aspalnya bolong-bolong. Bolong-bolongnya berair. Airnya sisa hujan yang entah kapan terjadinya. Parah deh pokoknya. Kalau aku jadi Hasanuddin aku pasti sudah marah besar karena namaku dipake buat nama jalan yang wujudnya asusila gitu.
Semua kendaraan -- dari mobil mewah keluaran terbaru yang berisi satu orang, sampe motor bebek tua yang dinaiki satu keluarga -- semua harus rela enjot-enjotan di jalan yang bergelombang itu. Yang paling menderita tentu saja adalah shock breaker sepeda motorku yang harus menanggung beban berat lemak-lemak dan dosa-dosaku. Yah, salah siapa mau jadi shock breaker.

Setelah melalui neraka jahanam itu, beloklah aku ke kanan, ke Jalan Imam Bonjol. Jalanannya bisa dibilang nyaman, di kiri kanan ada pohon-pohon besar nan rindang. Tapi sayang dari arah berlawanan kadang ada bis-bis urakan yang kebut-kebutan. Mungkin aja karena sopirnya dulu bercita-cita pengin jadi pembalap nasional seperti Taufik Hidayat tapi gak kesampaian. Mungkin aja karena mereka harus bersaing rebutan penumpang dengan bis lain di depan atau belakangnya. Yah semoga saja mereka bisa berebut penumpang dengan sportif tanpa harus merebut nyawa orang. Selamat berjuang bapak-bapak sopir!

Tibalah aku di seputar Tugu Muda yang menjulang tinggi, walaupun masih kalah tinggi sama Monas, apalagi sama patung Liberty, apalagi sama Mount Everest, apalagi sama Tuhan yang Maha Tinggi. Ya sudah.
Sayang aku berangkatnya sore-sore. Kalau malam pasti Tugu Muda terlihat lebih bagus lagi, ada lampu-lampu kecil yang dipasang di puncaknya. Terlihat sangat indah, bagaikan sebatang rokok raksasa yang berpendar di tengah kota. Apaan sih...

Lalu sepeda motorku mengarah ke Jalan Pandanaran. Jalannya puanjaaaang sekali, dari pojok sini sampe pojok sana. Untunglah aku naek sepeda motor. Kalau aku jalan kaki, pasti aku tidak naek sepeda motor. Halah... Ngelantur lagi.
Oya, lupa bilang. Di sepanjang perjalanan tadi banyak terlihat poster-poster, spanduk-spanduk, dan baliho-baliho dari para calon wali kota. Sebentar lagi mau pemilihan wali kota sih. Sebentar lagi kapan? Ya kira-kira 5 menitan lagi. Tunggu aja.
Masing-masing calon dengan pose dan slogannya sendiri-sendiri. Siapa mereka itu? Aku gak kenal. Aku cuma tahu dari poster aja tuh. Sekedar, oh ini pak itu, oh itu bu ini... Sekedar gitu.
Lalu aku akan disuruh memilih wali kotaku dari orang-orang yang aku cuma tahu dari iklan-iklan itu??? Jangan bercanda deh. Tapi ya sudahlah, aku ini orangnya suka pasrah dan nurut, tipe mental rakyat jelata. Pasti aku pilih salah satu kok. Tapi ya itu, cuma berdasarkan iklan.
Oya lagi, yang tadi aku bilang pemilihannya 5 menitan lagi itu boong kok. Pasti juga uda pada tahu kan?

Sampailah aku di pusat kota yang bernama Simpang Lima. Selain pusat kota, tempat ini juga terkenal sebagai pusat papan iklan. Di sana-sini berdiri papan iklan. Mulai dari iklan narkoba (maksudnya iklan jauhi narkoba, bukan iklan jualan narkoba gitu) sampe iklan calon wali kota tadi.
Ada juga papan yang gambarnya wali kota yang masih berkuasa sekarang. Isinya tentang apa aku uda lupa. Jaga kebersihan atau kesehatan gitu mungkin. Atau jagalah ketertiban gitu. Atau jagalah hati jangan kau nodai. Tapi gak mungkin ding, itu mah Aa Gym. Lupa ah pokoknya. Papannya uda kusam dan suram. Sekusam dan sesuram masa depannya. Masa depannya siapa? Sudahlah tidak perlu dibahas daripada aku kena masalah.

Wah wah, ada Avatar di bioskop! Itu reaksiku saat melihat poster pilem bioskop yang ada di salah satu mal. Itu kan pilem box office terkenal! Sangat booming dimana-mana! Temen-temenku di kota laen yang uda nonton aja sampe heboh update status di Facebook! Kapan mereka nontonnya ya? Hmm.. Kira-kira sudah DUA-TIGA BULAN yang lalu... Walah, sialan. Sialan mereka. Jadi merasa basi deh aku. Males ngomongin lagi deh. Ya beginilah bioskop di kotaku. Yang sering up to date cuma pilem-pilem nasional yang kadang gak jelas gitu. Pilem tentang arwah gentayangan berbodi seksi, tentang hantu cabul, tentang suster yang suka merawat rambut. Semacam itu lah.

Dari Simpang Lima aku kembali mengarah ke Pandanaran karena mau ke toko buku yang ada di situ. Lha kok gak dari tadi ke situ aja, pake muter-muter Simpang Lima segala? Kata orang, hidup itu soal pilihan. Dan muter-muter Simpang Lima adalah pilihanku. Jadi mohon biarkan saja.
Perbuatan tercela yang kulakukan di toko buku, seperti misalnya baca buku gratisan, sepertinya tidak perlu dibahas karena dapat mempengaruhi kelakuan generasi muda yang secara tidak sengaja membaca blog ini. Setelah pulang dari toko buku pun aku melewati jalan yang sama seperti saat berangkatnya tadi. Jadi sepertinya tidak ada lagi yang perlu dibahas di sini. Maka tidak ada lagi alasan untuk tidak mengakhiri posting ini.
Ya sudah.




Papi dan mami pulang rumah jam 12 malem. Aku lagi nonton tipi. Andai itu aku yang pulang jam segitu, pasti mami uda mencak-mencak tanya aku darimana aja, jam segini baru pulang. Tapi untungnya aku, sebagaimana yang sudah Pembaca tahu, adalah anak yang soleh dan pengertian kepada orangtuanya. Maka kusambut mereka dengan gembira, termasuk segenap oleh-olehnya. Terbersit niat untuk nyanyi "halo halo Bandung" tapi karena mereka dari Jogja, maka akan terasa jayus dan gak nyambung. Lagian daripada diprotes warga setempat karena berisik. Ya sudah gak jadi nyanyi. Papi-mami pasti kecewa. Tidak apa-apa, sudahlah Pi, sudahlah Mi, kan masih ada hari esok. Begitu kataku dalam hati. Selamat malam.....
Check out more..

Senin, 15 Maret 2010

On My Way

Hari ini, hari Senin, sore-sore saya pulang dari Salatiga ke Semarang.
Ngapain saya di Salatiga? Karena saya bimbingan skripsi.
Ngapain saya ke Semarang? Karena rumah saya di sana.
Ngapain saya Senin-senin tumben-tumben udah-udah balik-balik Semarang? Karena besok Selasa libur. Hore.

Jujur saja tanpa bermaksud sombong, keluarga saya itu termasuk keluarga berada.
Berada di mana? Ya seringnya sih di rumah, tapi kadang di tempat ibadah, kadang juga di mal. Tapi tidak pernah berada di mana-mana, karena hanya Tuhan yang Maha Kuasa yang bisa berada di mana-mana.
Walaupun keluarga berada, tapi ayah-ibu saya mendidik saya dengan bersahaja dan tegas. Maklum lah dulu ayah saya tentara. Jadi saya harus pulang ke Semarang dengan mandiri, tidak dijemput sopir, karena emang gak punya sopir.

Maka saya pun naik bis PATAS. PATAS itu artinya tempat terbatas. Artinya kalau sudah penuh, bisnya gak bakal ngangkut orang lagi. Artinya semua orang pasti dapet tempat duduk. Sebuah konsep yang mulia menurut saya, semua orang bahagia. Tapi pada kenyataannya tidaklah demikian Saudara-saudara. Si kondektur seringnya tidak kebagian tempat duduk kalau bisnya penuh. Kasihan hai engkau si kondektur, dikhianati perusahaanmu sendiri. Bahkan si sopir bis pun tidak pernah mau berbagi tempat duduk dengan si kondektur. Kasihan hai engkau si kondektur, dikhianati rekan seperjuanganmu sendiri. Ya sudah sekian dulu tentang si kondektur, nanti saya gak lanjut-lanjut. Kasihan hai engkau si kondektur, kisahmu dipotong begitu saja...

Bis PATAS ini sendiri cukup asoy. Full AC, kursinya juga nyaman, ongkosnya juga gak terlalu mahal. Tapi ya tetep aja gak sempurna. Kenapa? Karena kesempurnaan adalah milik Allah semata, ya kan?
Biasanya saya naek bis ini sampe deket perumahan tempat keluarga saya berada, trus dari situ dijemput oleh ayah saya sampe ke rumah. Naek apa? Yah, kadang naek mobil lapis baja, kadang naek tank, kadang jalan kaki sambil baris berbaris. Namanya juga sang mantan tentara. Nah, tapi sejak beberapa bulan yang lalu, ada peraturan baru yang semena-mena melarang bis besar masuk kota. Jadi habis dari jalan tol langsung masuk terminal. Entah siapa yang membuat aturan itu, terkutuklah dia. Amin. Akibatnya saya tidak bisa memakai modus operandi saya yang lama untuk pulang ke rumah.

Sekarang, sebelum masuk tol, saya harus ganti bis kecil. Dengan bis kecil itulah saya yang besar ini pulang ke rumah. Ke deket perumahan maksudnya. Bis kecil ini bener-bener laen sama bis PATAS. Gak pake AC, kadang kudu berdiri dempet-dempetan, ya pokoknya tahu sendiri kan bis kota pada umumnya. Apalagi tadi hujan.
Benar-benar ketangguhan saya sebagai lelaki jantan diuji di sini. Tapi untung saja bis yang saya naiki sore tadi tidak penuh, jadi bisa duduk deh.
"SUDAH SAMPE MANA? HUJAN GAK?"
Ibu SMS saya gitu.
"HI MOM, I'M ON THE SECOND BUS RIGHT NOW.. IT'S RAINY NOW, BUT I'M FINE.. I'LL BE THERE SOON.. SEE YOU MOM.."
Demikian saya membalas. Jangan heran wahai para Pembaca. Dalam keluarga saya, percakapan dalam bahasa Inggris seperti itu sudah biasa. Maklum lah ibu saya dibesarkan di Texas sebelum pindah ke Indonesia.
Titit...!!
Kata yang terakhir tadi itu adalah suara hape tanda SMS saya terkirim...
Tak lama kemudian ibu pun membalas,
"BARUSAN SMS NGOMONG APA? MAMI GAK MUDENG!"
Yah!! Si ibu ini... Jadi ketahuan deh sama Pembaca kalo tadi saya ngibul doang. Akhirnya saya ulangi lagi SMS saya tadi dalam versi bahasa Indonesia kemudian saya kirim lagi.
Titit...!!

Bis kecil pun melaju. Si mas kenek menagih uang. Saya bayar pake 5000-an. Ealah, gak dikasih kembalian. Emang bis kecil ini tarifnya gak jelas. Kadang 3000, kadang 4000. Berdasarkan pengamatan saya, kayaknya kalo penumpangnya lagi sepi tarifnya lebih tinggi. Apalagi ini hujan. Ya sudahlah, saya ikhlaskan saja. Bukankah ada tertulis, "Berikanlah kepada si kenek apa yang menjadi hak si kenek..." Tapi itu tertulisnya entah dimana, saya gak tau..

Tak berapa lama naik sejumlah ibu-ibu dan seorang kakek-kakek yang bawa payung lipet. Semua kebagian tempat duduk. Si kakek sepanjang perjalanan maenan payung terus. Dibuka, ditutup, dilipet. Dibuka lagi, ditutup lagi, dilipet lagi. Diem sebentar. Eh dibuka lagi, diem agak lama, ditutup lagi, dilipet lagi. Entah apa maksudnya. Mungkin si kakek ini mahasiswa S3 yang sedang melakukan penelitian mengenai dampak dibuka-tutupnya payung lipet secara periodik pada laju bis kecil yang sedang ngebut. Mungkin juga sekedar hobi. Kurang tahu juga.

Kemudian naik seorang pengamen bergitar yang menyapa para penumpang, "Yak selamat soreee..." dilanjutkan dengan menyanyikan lagu cinta bernada Melayu melas sambil merem melek kayak orang organisme gitu. Saya penasaran bisa request lagu gak ya. Kalo bisa saya mau pesen lagu 'Gugur Bunga' yang versi house ah.
Oya, ngomong-ngomong soal pengamen ini, sepanjang pengalaman saya naek bis, gak pernah sekalipun pengamen yang naek bis dimintai uang sama si mas kenek. Padahal dia naek bisnya jauh juga loh. Hmm.. Jadi pengin nyoba laen kali naek bis kecil sambil bawa gitar. Moga-moga gak dimintai uang. Mungkin tergantung jenis gitarnya juga kali. Kalo gitar listrik yang pake ampli gitu kayaknya tetep ditarik bayaran deh.

Kemudian si mas kenek pun ngerokok. Aduh mas kenek, teganya dikau. Asapnya kemana-mana. Sejumlah ibu-ibu penumpang sampai batuk-batuk. Ya Bapa, ampunilah si mas kenek ini, karena si mas kenek tidak tahu apa yang dia lakukan.

Kemudian bis pun berhenti di suatu tempat untuk menunggu penumpang. Ngetem istilahnya. Cukup lama.
Kira-kira dua tahun lebih satu minggu kami ngetem di sana.
Gak ding, boong. Dua puluh menitan lah.. Ya tapi itu lama deh.

Kemudian saya pun jadi berpikir, mungkin inilah sebabnya orang jadi enggan naek transportasi umum macam bis kota gitu. Ya karena morat-marit dan kesemrawutannya itu. Seolah-olah jadi identik dengan transportasi rakyat kecil. Padahal saya yang rakyat besar ini juga naek bis umum kan. Kalo saja semua bis umum itu bisa lebih terorganisir, lebih teratur, pasti banyak yang mau naek transportasi umum.
Akhirnya jumlah kendaraan pribadi di jalan pun bisa dikurangi.
Akhirnya kemacetan pun bisa diatasi.
Akhirnya polusi dan pemanasan global pun bisa dicegah.
Akhirnya cewek-cewek cantik pun banyak yang naek bis umum. Ihiiiyyy..
Indahnya dunia.
Kapan ya itu bisa terwujud? Tunggu saya jadi walikota yah. Amin.
Wassalam.



"Kiri maaassss...!!" Saya pun turun dari bis.
Check out more..

Jumat, 12 Maret 2010

Pada Suatu Sore

Sore itu aku membeli gorengan untuk lauk makan malam. Bakulnya di sebelah rumah, jadi tinggal jalan kaki.
Pas keluar dari rumah, lewatlah seorang gadis yang lumayan cantik naek sepeda motor. Rambutnya hitam panjang berkelebatan ditiup angin. Ngeengg, ngengg, begitu bunyinya. Tentu saja bunyi motornya, bukan rambutnya. Kalo rambutnya bunyinya wukk, wukk, kayaknya gitu.

Aku memandangnya (biasalah mata seorang lelaki).
Dia memandangku (nah ini yang gak biasa, mau-maunya tu gadis manis ngliatin aku).
Kami saling memandang. Mata kami beradu. Wajah kami memerah. Hati kami berdebar-debar.
Okelah, 4 kalimat terakhir tadi emang terlalu lebay dan didramatisir.
Tapi intinya si gadis itu memandangku, sebagaimana aku memandangnya.
Karena itu, akhirnya kuputuskan untuk beli gorengan (lho piye tho..).

Aku membeli 5 biji gorengan, sebiji 600 rupiah, jadi total 3000 rupiah. Tapi karena aku sudah jadi pelanggan setia, si mas bakul ngasih bonus sebiji. Biasanya emang gitu sih, tiap kali beli dikasih tambahan sebiji-dua biji.
Ah, sayang si mas bakul ini cuma bakul gorengan. Andai si mas bakul jadi bakul hape ato blekberi. Masih suka ngasih bonus tambahan sebiji-dua biji gak yaa...
Bai de wei, alinea ini tidak ada hubungannya dengan cerita utama. Cuma buat nambah-nambahin aja biar postingnya agak panjang.

Setelah dipandangi sang gadis, sepanjang perjalanan pergi-pulang dari rumah ke bakul gorengan, aku terus berpikir. Apakah mungkin aku terlalu memandang rendah wajahku ini. Kalo tampangku jelek-jelek amat ya gak mungkin si gadis sudi melihatku, malah mungkin bisa-bisa aku diludahinya. Kalo tampangku biasa aja ya kayaknya si gadis gak bakal sampe rela bela-belain tengak-tengok dari atas motor gitu. Kesimpulannya, tentu saja tampangku ini bisa dikategorikan sebagai level menengah ke atas.
Untuk memantapkan kesimpulanku ini, tentu saja aku harus mengkonfirmasikan pada orang lain.

Sesampainya di rumah, sambil nenteng kresek berisi gorengan, aku bertanya pada si mami yang lagi makan sambil nonton tipi.
"Mam, aku ganteng gak sih?"
Dalam waktu sepersekian-detik, tanpa berpikir sedikit pun, tanpa mengalihkan matanya dari tipi, si mami menjawab,
"Ora ik."
Itu adalah bahasa Ibrani, maklum lah mamiku masih keturunan Yahudi, artinya "Tidak tuh".

Sebagai informasi, mamiku itu adalah mami kandung, bukan mami tiri ataupun mami angkat. Jadi aku ini anak kandungnya, darah dagingnya. Dan ketika aku yang darah daging beliau ini bertanya apakah aku ganteng, si mami kandung yang mengandungku selama 9 bulan bonus 10 hari dan melahirkanku dengan susah payah serta membesarkanku dengan penuh kerja keras itu menjawab,
"Ora ik."
Ya sudah.

"Napa sih, tanya-tanya gitu tiba-tiba?" si mami yang acara tipinya sedang iklan segera mengalihkan perhatiannya padaku.
"Tadi ada cewek ngliatin aye, bla, bla, bla.." Kujelaskan kronologis peristiwanya, sambil berharap siapa tahu si mami tadi cuma asal jawab karena lagi nonton tipi dan sekarang bisa berpikir dengan jernih.
"Ooo... gitu..." si mami manggut-manggut.
Iklan di tipi pun selesai, acara kembali ditayangkan.
Tidak ada kelanjutan tanggapan dari si mami.
Ya sudah.

Aku pun ke dapur ambil piring sama nasi, lalu makan dengan gorengan di sebelah mami sambil nonton tipi juga.
"Oya.." celetuk si mami tiba-tiba.
"Ya?"
"Minta satu dong.."
Gorengan pun diambil satu oleh mami.
Demikianlah sore itu berjalan, tanpa kupikirkan lagi pandangan mata si gadis pengendara motor.



Sementara itu di tempat lain, entah dimana, si gadis pengendara motor sudah tidak lagi mengendarai motornya, atau masih? Ngeeng, ngeeng... Wukk, wukk..
Entahlah. Entah juga apa yang dipikirkannya...
Check out more..

Kamis, 25 Februari 2010

Mencoba Seksi Kembali -- berdasarkan kisah seorang teman

Apa yang akan saya tulis pada posting kali ini adalah sebuah kisah nyata yang mengharukan dan menyayat hati. Maka bagi Anda-anda para pembaca wanita yang berhati mellow dan mudah menangis, siapkanlah tisu di dekat komputer Anda (bagi para pembaca pria, saya yakin tanpa disuruh pun sudah selalu tersedia tisu di dekat komputer Anda, bukan untuk mengusap air mata tentu saja, tapi untuk benda cair lainnya).

Kisah ini di-curhat-kan oleh teman saya, karena itu akan sangat tidak etis rasanya jika identitas aslinya dipublikasikan. Oleh karena itu saya hanya akan menyebutkan inisialnya saja: sebut saja teman saya itu si Y (bagi para pembaca terkasih yang tidak tahu arti kata 'inisial', walaupun kalian itu memang merepotkan tapi baiklah akan saya jelaskan: inisial adalah singkatan huruf depan dari nama seseorang, jadi misalnya - sekali lagi ini hanya misalnya - nama teman saya itu Yuwono, maka inisialnya adalah Y). Untuk nama tempat dan lembaga yang nanti disebut juga akan dipakai inisialnya saja untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.

Si Y adalah mahasiswa fakultas teknik E di UKSW (ini inisial lhoo...). Seperti yang kita ketahui bersama, fakultas teknik biasanya susah. Lulusnya pun lama. Tapi walaupun dihadapkan pada beban berat yang sedemikian rupa, pada usia yang masih cukup belia, si Y sudah mencapai tingkat akhir dan tinggal menyelesaikan skripsinya.
"Hebat juga yah si Y ini," pasti Anda sekalian berpikir demikian. Ya memang pikiran Anda sekalian itu benar, si Y ini memang mahasiswa tauladan yang hebat sekali. Selain intelejensinya yang di atas rata-rata, perilakunya juga santun dan....oke-oke, kita sudahi dulu kesombongan yang memuakkan ini. Back to topic..

Nah kira-kira sudah hampir setahun si Y mengerjakan skripsinya. Bagi mahasiswa teknik yang terbiasa sibuk belajar ini, bikin tugas itu, praktikum anu, de el el, kehidupan mahasiswa skripsi bagaikan surga dunia. Setiap hari bisa bangun tidur seenak hati, tidak lagi dihantui jadwal kuliah pagi, tidak lagi kepikiran belum garap software ini ato hardware itu, tidak lagi khawatir nanti siang ada praktikum atau nanti sore ada kelas asistensi.
Pokoknya enak deh.
Oya, sebagai informasi tambahan, si Y ini berasal dari kota S. Sementara dia sendiri kuliah di kota S, tapi ini S yang lain, bukan S kota asalnya tadi (cihh, susah juga ya cerita pake inisial gini..). Si Y kos di kota S yang bukan kota kelahirannya itu karena dia tidak mungkin setiap hari bolak-balik dari rumahnya di kota S yang tempat asalnya itu ke kota S yang tempat kuliahnya itu kemudian setelah kuliah kembali lagi ke kota S yang tempat asalnya itu (memang agak membingungkan, tapi semoga Anda mengerti).

Semenjak skripsi, si Y kerjanya hanya bersantai-santai saja: online, dolan, baca buku, makan, dan sejenisnya. Tubuhnya jarang bergerak dan beraktivitas, otaknya pun jarang dipakai. Memang kadang pergi ke kampus untuk bimbingan, tapi itu pun jarang-jarang. Dia pun juga sudah jarang berada di kota S yang bukan tempat asalnya itu dan lebih sering berada di kota S yang tempat asalnya itu.
Di rumah, ia selalu dipelihara oleh kedua orang tuanya dengan penuh kasih sayang. 'Dengan penuh kasih sayang' di sini terutama soal makanan. Pengin makan ini, pengin ngemil itu, semua dituruti. Sungguh menyenangkan sekali, tidak seperti di kos yang harus selalu mikir harga tiap kali mau makan.
Hari pun berganti hari dan waktu pun terus berlalu dengan kondisi seperti itu.

Pasti Anda sekalian pernah mendengar peribahasa "Besar pasak daripada tiang" yang artinya "Lebih besar pengeluaran daripada pemasukan". Nah yang terjadi pada si Y adalah kebalikannya.
Setiap hari, energi yang didapat dari sarapan, cemilan, makan siang, cemilan, makan antara-siang-dan-malam (yang ini cuma kadang-kadang loh), makan malam, dan cemilan yang masuk ke tubuhnya cukup berlimpah. Padahal yang dikeluarkan sangat sangat sangat sedikit akibat jarangnya beraktivitas. Akibatnya sisa energi itu disimpan oleh tubuh si Y sebagai lemak yang ditimbun dalam tubuhnya, di antaranya pada bagian perut, pinggang, bokong, dan betis. Terus dan terus seperti itu...

Sebenarnya kalau si Y mau peka, ia bisa saja sadar sejak dini sebelum semuanya terlambat. Sudah banyak pertanda-pertanda yang terlihat seperti misalnya celana yang terasa agak sesak ketika dipakai, kaos yang terasa lebih sempit... Tapi peringatan-peringatan dini seperti itu tidak dihiraukannya. Itulah bahayanya mengabaikan peringatan dini, bagaikan seorang cowok kurang ajar tak beradab yang mencoba mendekati pacarmu tapi pacarmu tidak percaya dan membiarkannya... Yah, akhirnya semua baru disadari saat sudah terlambat...

Setiap ke kampus untuk bimbingan akhir-akhir ini, pasti - sekali lagi - PASTI minimal ada dua orang temannya - baik itu kakak angkatan maupun adik angkatan - yang berkomentar semacam ini:
"Koh, kok sekarang gendut to?"
"Ihh.. Y... Sekarang tambah lemu ya??"
"Kowe saiki subur yo ndess..."
dan komentar-komentar lain yang intinya sama. Sampai sekarang, kira-kira mungkin sudah 20 orang yang berkomentar gitu. Saat ini si Y mungkin sedang merencanakan akan memberikan mug cantik pada orang ke-30 yang berkomentar demikian.

Setelah menanggung beban berat cemoohan masyarakat itu - selain harus menanggung beban berat tubuhnya sendiri tentu saja - si Y bertekad akan mencoba seksi kembali. Hal ini telah dibuktikan dengan dimulainya acara lari pagi seminggu sekali setiap akhir pekan di gelanggang olahraga di kota S yang tempat asalnya itu. Tapi apalah artinya joging seminggu sekali melawan lemak yang ditumpuk tiga kali sehari setiap hari???
Sepertinya dampaknya belum terlalu kelihatan - atau malah tidak terlihat sama sekali...
Sepertinya memang intensitas jogingnya harus ditambah dan penumpukan lemaknya dikurangi...
Marilah kita doakan bersama semoga niat suci si Y teman saya itu sukses!
Saya mewakili si Y mengucapkan terima kasih bagi para pembaca yang sudah meluangkan waktunya untuk membaca pengalaman pahit si Y ini. Saya juga sebisa mungkin akan terus melaporkan perkembangan tubuh si Y melalui blog ini.

Bai de wei, bagi para pembaca yang terlanjur menyiapkan tisu tapi tidak merasa tersayat hatinya sama sekali dan mempertanyakan ke-valid-an pernyataan saya di awal tulisan ini tadi, cobalah menempatkan diri Anda pada posisi si Y. Dengan cara itu saya bisa memahami perasaan teman saya si Y: saya bisa merasakan setiap komentar yang ditujukan padanya seolah-olah saya sendiri yang mendengar, saya bisa merasakan setiap celana yang sesak seolah-olah saya sendiri yang memakai, saya bisa merasakan setiap baju yang sempit seolah-olah saya sendiri yang mengalami (ingat ini cuma 'seolah - seolah' lho ya, jadi cuma membayangkan, tentu saja bukan saya sendiri yang mengalami kejadian ini).
Maka sekali lagi, cobalah menempatkan diri Anda pada posisinya, lalu perhatikan apa yang terjadi...
Salam super...
Check out more..

Minggu, 07 Februari 2010

The Chronicle of The New Hair Cut

Rabu, 27 Januari 2010
Mami berkata, "Potong rambut sana.. Uda kayak rambutan tuh bentukmu..."
Hati pun menjadi gundah gulana, perasaan ni rambut juga masih pendek. Sempat tanya teman juga, apakah emang udah layak buat potong rambut.
Jawab si teman, "Iya.. Potong aja kayak Vic Zhou di film Wish to See You Again".

Kamis, 4 Januari 2010
Seorang teman yang lain berkata, "Rambutmu nggilani ik..".

Jumat, 5 Januari 2010
Aku berfoto untuk melihat wujudku.

Wah.. Ternyata emang bener kata temenku kemarin. Nggilani! Rambutku sekarang kalo diliat-liat mirip ulat bulu, didukung pula oleh bentuk wajah yang tidak senonoh itu. Lengkap sudah kehinaanku! Akhirnya aku membulatkan tekad untuk potong rambut keesokan harinya untuk memperbaiki bentuk rambut yang tidak karuan (kalo soal wajah emang sudah tidak tertolong, jadi ya udah pasrah aja).

Sabtu, 6 Januari 2010 - sore
Jadi ragu-ragu lagi mau potong rambut. Soalnya tante salon di salon langgananku hasil kerjanya tidak menentu. Kadang bagus, kadang semrawut. Itu semua tergantung kondisi di salon. Kalo pasiennya banyak, biasanya si tante suka ngerumpi sama mereka, apalagi kalo pasiennya ibu-ibu. Belum lagi kalo kapster-kapsternya ikut nimbrung. Ngomongin artis ini cerai lah, vokalis itu pake narkoba lah, dan hal-hal lain yang berbau infotainment..
Pasti Anda sekalian bertanya-tanya, "Udah tau gitu kok ya masih langganan??"
Karena salon itu salon paling deket dari rumahku.
Iya, serius cuma itu kok alasannya.
Kemudian jadi inget omongan si teman soal model rambut Vic Zhou di film Wish to See You Again. Jadi aku coba googling buat cari tahu, siapa tahu bisa ditunjukin ke si tante salon biar jadi acuan dalam membenahi rambutku. Inilah salah satu hasil googling-ku:
Buset! Cakep amat yah!
Sekarang coba bayangin: aku (dalam bentuk si ulat bulu nista) datang ke salon sambil bawa foto Vic Zhou yang cakep itu, trus bilang ke tante salon, "Tante tolong buat saya jadi seperti ini!". Kira-kira gimana reaksi si tante beserta segenap kapsternya yah?
("Maaf Nak, terkadang ada hal-hal yang tidak mungkin dilakukan oleh manusia..." itu adalah salah satu reaksi yang terpikir olehku). Aku pun menghela napas (lebay ah) dan akhirnya berangkat ke salon dengan pasrah tanpa mengharapkan model rambut yang aneh-aneh.
Sesampainya di salon, ternyata cuma aku pasiennya! Uhuy.. kalo sepi gini pasti bisa fokus nih si tante!
"Tolong dirapikan ya tante.."
Lagi potong, eh, tau-tau anak si tante minta beli siomay. Fokus si tante pun mulai agak berkurang. Tak berapa lama datang seorang remaja kucel yang mau potong rambut juga. Disusul lagi seorang pemuda culun yang mau potong rambut juga. Ditambah lagi seorang sinyo-sinyo tambun yang mau potong rambut juga.
Perfect timing guys!
Sebagai catatan, di salon itu cuma si tante yang bisa motong rambut. Maka si kucel, si culun, dan si tambun pun harus mengantri. Melihat antrian yang beraneka ragam dan tidak beraturan itu, si tante semakin labil. Proses pemotongan rambutku pun disudahi. Nah, di sinilah anehnya!! Aku selalu merasa, kalo pas lagi di salon, hasil potonganku udah cukup bagus dan memuaskan. Tapi begitu sampai di rumah dan dievaluasi lebih lanjut, pasti timbul rasa tidak puas. Pasti selalu begitu loh! Selalu! Cihh..
Jadi ketika disudahi pun aku fine-fine aja..

Sabtu, 6 Januari 2010 - jam makan malam
Sambil makan malam, papi dan mami melihat hasil potonganku.
"Kok gak rapi sih," kata si mami.
"Iya tuh, ada yang masih kepanjangan, ada yang kependekan,"  timpal si papi.
"Eh iya, jadi kayak tanduk gitu.. hahahaha..."
Si mami dan papi ketawa, suaranya membahana sampai ke relung jiwaku.
Kalo mau jujur, emang bener sih kata-kata papi dan mami itu. Tadi sore pas lagi mandi sepulang dari salon, aku juga uda ngrasa kalo agak aneh. Tapi karena saat itu belum ada komentar atopun cercaan, aku bisa men-sugesti diri bahwa itu cuma perasaanku aja. Sekarang remuk sudah sugesti dan kepercayaan diriku itu..
Aku pun menjadi gelap mata...

Minggu, 7 Januari 2010 - dini hari
Ketika seluruh penghuni rumah sudah tidur nyenyak, aku pun mulai menjalankan aksi nekatku.
Aku mengambil gunting dan pergi ke kamar mandi. Sudah tidak bisa dibiarkan, pikirku, kayaknya emang harus main hakim sendiri nih. Aku pun nampang di depan cermin dan mulai memotong rambutku sendiri pada bagian-bagian yang bermasalah.
Dari luar kamar mandi yang terdengar hanyalah krass-kress suara kontak fisik antara gunting dengan rambutku yang kadang-kadang diselingi pisuhan-pisuhan dari mulutku ketika rambut yang dipotong terlalu banyak ato salah sasaran.
Kira-kira setelah beberapa puluh kata kotor berhasil dilepaskan dari mulutku, hasilnya mulai terlihat... taraaaa...... lebih semrawut!!!
Yah menurutku sih.
Akhirnya karena tidak tahu lagi harus berbuat apa, aku pun tidur dan berdoa memohon keajaiban semoga besok pagi rambut plus wajahku bisa kayak Vic Zhou.

Minggu, 7 Januari 2010 - pagi hari
Rupanya doaku tidak terkabul.
Ya sudah.

Minggu, 7 Januari 2010 - siang hari
Aku kembali berfoto untuk menganalisa wujudku.
Coba perhatikan munyuk sebelah kiri dan kanan itu. Yang diberi panah merah adalah bagian-bagian yang menurutku kurang seimbang. Yah menurutku sih..
Sempat terpikir untuk main hakim sendiri lagi, tapi takut kependekan dan lama-lama gundul.
Ya sudah lah, show must go on anyway. Bukankah ada peribahasa don't judge a book by it's cover, ya kan? Buat apa ngurusin cover kalo isinya gak mutu, ya kan?
Ada juga pepatah ikan bandeng ikan gabus, wajahnya ganteng orangnya jayus. (ini pantun kalee...)
So sekali lagi, tampang bukanlah segalanya, ya kan?
Akhirnya aku pun melanjutkan kehidupanku dengan penuh percaya diri seperti sedia kala.
Yeahh... !!!!
Check out more..

Senin, 01 Februari 2010

Ambigram ...again

(sebelum baca ini, baca dulu post 'Ambigram' yah..)

Setelah melihat ambigram buah karya saya di post sebelumnya, pasti Anda sekalian merasa takjub dan bertanya-tanya bagaimana cara membuatnya (asal nuduh aja nih...).
Ada juga yang bertanya apakah itu hasil buatan software ambigram generator ato sejenisnya.
Well, seperti ada tertulis pada post sebelumnya, saya membuatnya manual dengan pencil and paper (paper di sini bisa kertas apa saja, pada kasus saya yang digunakan adalah handout kuliah).

Tentu saja pembuatan secara manual ini membutuhkan kemampuan seni tingkat tinggi (sombong ah..). Ada juga faktor lain yang cukup mempengaruhi, yaitu kata yang akan dibuat ambigram sendiri.
Pada ambigram yang saya buat ('LEUNAMI'), kebetulan huruf L dan I cukup mirip sehingga modifikasi agar bisa menjadi ambigram satu sama lain cukup mudah. Huruf N sendiri sudah merupakan ambigram natural jadi tidak membutuhkan modifikasi apapun. Kemudian huruf U dan A dengan sedikit sentuhan bisa dibuat ambigram karena bentuknya yang secara garis besar saling berkebalikan. Yang cukup sulit adalah mengakali bagaimana agar E dan M bisa menjadi ambigram satu sama lain.
Nah jadi jika saya disuruh membuatkan ambigram nama seseorang, belum tentu saya memiliki kemampuan untuk membentuknya (ditambah lagi rasa males kalo itu bukan untuk pacar ato cewek yang lagi diincer).
Trus gimana dong nasib kalian yang pengin punya ambigram tapi gak bisa membuat secara manual??
Ya itu mah urusan kalian.. <-- lagi-lagi sikap blogger yang kurang bersahabat, menyebalkan sekali yah?

Eits... Jangan berkecil hati dulu. Setelah riset dan penelitian lanjutan yang saya lakukan, saya telah menemukan situs untuk men-generate ambigram dengan hasil yang cukup bagus. Ya emang gak berlaku untuk semua kata ato nama sih, kadang ada hasil yang agak wagu alias mekso. Bahkan kadang ada kata yang tidak bisa dibuat sebagai ambigram. Tapi overall bagus deh. Coba deh di sini.
Oya, tapi hati-hati yah, ada terms of service di sana yang salah satu poinnya melarang kita untuk memakai ambigram hasil generator di sana untuk situs ato website lain. Jadi misal kalo kita suka ambigram nama kita yang dibuatin sama situs itu, trus kita copy dan pake di facebook, bisa dianggep sebagai criminal offence.
Yah dipandang en dikagumi aja deh..

Bagi Anda-anda yang tertarik lebih jauh dengan ambigram, karena blog ini tidak bisa selamanya membahas tentang ambigram terus, singgah aja ke situs ini. Ada kompetisinya segala loh!! Dahsyat ya?

Sementara sekian dulu deh tentang ambigram. Sebagai penutup post kali ini, sekali lagi akan saya pamerkan ambigram masterpiece saya yang terbaru (kali ini jenis mirror-image). Selamat mengagumi..
 
(ujung-ujungnya pamer lagi...)
Check out more..

Ambigram

Udah baca ato nonton film "Angels & Demon"? Saya sih cuma baca bukunya, belum nonton filmnya.
Bagi yang sudah, pasti tau tentang ambigram ini, jadi sepertinya tidak perlu penjelasan lebih lanjut.
Bagi yang belum baca ato pun nonton (kasihan deh..) baiklah terpaksa akan saya jelaskan apa itu ambigram (cihh.. menyusahkan saja kalian itu <-- benar-benar blogger dengan sifat yang kurang bersahabat terhadap pembaca yah, menyebalkan sekali...).
Sebelumnya agar lebih jelas, lihatlah gambar di bawah ini dulu:

(courtesy of ambigram.com)

Terbaca sebagai "Angels & Demon" kan? Nah coba kalo dibalik atas jadi bawah, bawah jadi atas alias dirotasi 180 derajat... Masih tetep kebaca sebagai "Angels & Demon" kan? Dahsyat ya..
Itulah yang dimaksud dengan ambigram: tulisan yang kalo dibolak-balik 180 derajat bisa tetep kebaca...
Eitss... apa bener gitu artinya?
Awalnya sih saya juga berpikir begitu, tapi pas lagi riset n penelitian buat nulis post ini (sangar to? nulis blog aja pake riset dulu.. hmm... padahal ya dari wikipedia doang sih.. hoho..) ternyata ambigram gak cuma itu loh.
Ada banyak tipenya: rotational (contohnya yang di atas tadi), mirror-image (ambigram yang bisa dibaca di cermin), natural (kata-kata yang secara alami sudah ambigram, misal 'dollop', 'suns', 'pod', 'bud'), de el el.
Yah intinya sih, asalkan bisa dibaca dengan lebih dari satu cara.

Dulu pas baca novel "Angels & Demon" saya bener-bener terkagum-kagum liat ambigram-ambigram yang ada di situ. Kalo gak salah nama artis yang bikin ambigram itu Langdon. Nah makanya Dan Brown si pengarang merasa utang budi trus namanya diabadikan sebagai nama tokoh utama novelnya.
Akhirnya kekaguman saya itu berlanjut menjadi sebuah tekad untuk membuat sesuatu yang kayak gitu.
Alkisah di sebuah kelas kuliah yang saya ikuti, berhubung saya merasa sudah paham dengan apa yang diterangkan dosen di depan, saya iseng-iseng nggambar-nggambar di fotokopian materi kuliah, coba-coba bikin ambigram nama saya, dan.. tet teret tet tereeetettt.... inilah hasilnya setelah digambar ulang dengan corel..

Dahsyat ya?


(Bagi pembaca yang jeli, pasti bisa menebak bahwa pembahasan dan penjelasan saya yang panjang lebar tentang ambigram di atas sebenarnya hanya kedok untuk basa-basi belaka. Inti dari postingan ini sebenarnya adalah niatan saya untuk pamer bahwa saya bisa bikin ambigram nama saya.)
Check out more..

Foreword...

"kenapa kamu gak nyoba blogging aja?"


Begitulah kata seorang teman pada saya beberapa saat yang lalu, belum lama ini, di Facebook..
Kenapa ya?
Hmm.. Dari dulu sebenarnya emang sudah kepengin bikin blog sih.
Tapi seperti kata pepatah "manusia berencana Tuhan menentukan",
karena kesibukan kuliah dan ini dan itu, rencana itu tinggal rencana belaka dan gak pernah terealisasi (boong ding.. aslinya gara-gara males..)

Nah, setelah ditanya oleh teman saya itu lah akhirnya nafsu yang terpendam sejak dulu itu jadi bersemi kembali.
Mulai cari-cari cara-cara, tips-tips, dan tetek bengek yang laen buat blogging di internet..
Trus juga sampe beli buku panduan step by step buat blogging (berhubung lagi ada diskon di toko buku sih ~ bai de wei, ini buku saking step by step-nya sampe ngajarin cara bikin email segala loh.. haha..)
Yah, akhirnya setelah the long and windy road itu (apaan sih, lebay deh..), lahirlah blog ini..

Akhir kata, enjoy aja deh ya...

(sebenernya awalnya mau bikin foreword yang ala kata pengantar karya tulis ato skripsi gitu, yang pake "puji syukur kami panjatkan.. " ato ala pidato acara kelurahan yang pake "terima kasih atas waktu dan tempat yang diberikan pada saya.. " tapi hal-hal semacam itu kayaknya gak bisa membangkitkan nafsu baca deh.. ya gak? boro-boro yang mbaca, yang nulis aja males... ya udah, gini aja deh jadinya...)
Check out more..