Senin, 15 Maret 2010

On My Way

Hari ini, hari Senin, sore-sore saya pulang dari Salatiga ke Semarang.
Ngapain saya di Salatiga? Karena saya bimbingan skripsi.
Ngapain saya ke Semarang? Karena rumah saya di sana.
Ngapain saya Senin-senin tumben-tumben udah-udah balik-balik Semarang? Karena besok Selasa libur. Hore.

Jujur saja tanpa bermaksud sombong, keluarga saya itu termasuk keluarga berada.
Berada di mana? Ya seringnya sih di rumah, tapi kadang di tempat ibadah, kadang juga di mal. Tapi tidak pernah berada di mana-mana, karena hanya Tuhan yang Maha Kuasa yang bisa berada di mana-mana.
Walaupun keluarga berada, tapi ayah-ibu saya mendidik saya dengan bersahaja dan tegas. Maklum lah dulu ayah saya tentara. Jadi saya harus pulang ke Semarang dengan mandiri, tidak dijemput sopir, karena emang gak punya sopir.

Maka saya pun naik bis PATAS. PATAS itu artinya tempat terbatas. Artinya kalau sudah penuh, bisnya gak bakal ngangkut orang lagi. Artinya semua orang pasti dapet tempat duduk. Sebuah konsep yang mulia menurut saya, semua orang bahagia. Tapi pada kenyataannya tidaklah demikian Saudara-saudara. Si kondektur seringnya tidak kebagian tempat duduk kalau bisnya penuh. Kasihan hai engkau si kondektur, dikhianati perusahaanmu sendiri. Bahkan si sopir bis pun tidak pernah mau berbagi tempat duduk dengan si kondektur. Kasihan hai engkau si kondektur, dikhianati rekan seperjuanganmu sendiri. Ya sudah sekian dulu tentang si kondektur, nanti saya gak lanjut-lanjut. Kasihan hai engkau si kondektur, kisahmu dipotong begitu saja...

Bis PATAS ini sendiri cukup asoy. Full AC, kursinya juga nyaman, ongkosnya juga gak terlalu mahal. Tapi ya tetep aja gak sempurna. Kenapa? Karena kesempurnaan adalah milik Allah semata, ya kan?
Biasanya saya naek bis ini sampe deket perumahan tempat keluarga saya berada, trus dari situ dijemput oleh ayah saya sampe ke rumah. Naek apa? Yah, kadang naek mobil lapis baja, kadang naek tank, kadang jalan kaki sambil baris berbaris. Namanya juga sang mantan tentara. Nah, tapi sejak beberapa bulan yang lalu, ada peraturan baru yang semena-mena melarang bis besar masuk kota. Jadi habis dari jalan tol langsung masuk terminal. Entah siapa yang membuat aturan itu, terkutuklah dia. Amin. Akibatnya saya tidak bisa memakai modus operandi saya yang lama untuk pulang ke rumah.

Sekarang, sebelum masuk tol, saya harus ganti bis kecil. Dengan bis kecil itulah saya yang besar ini pulang ke rumah. Ke deket perumahan maksudnya. Bis kecil ini bener-bener laen sama bis PATAS. Gak pake AC, kadang kudu berdiri dempet-dempetan, ya pokoknya tahu sendiri kan bis kota pada umumnya. Apalagi tadi hujan.
Benar-benar ketangguhan saya sebagai lelaki jantan diuji di sini. Tapi untung saja bis yang saya naiki sore tadi tidak penuh, jadi bisa duduk deh.
"SUDAH SAMPE MANA? HUJAN GAK?"
Ibu SMS saya gitu.
"HI MOM, I'M ON THE SECOND BUS RIGHT NOW.. IT'S RAINY NOW, BUT I'M FINE.. I'LL BE THERE SOON.. SEE YOU MOM.."
Demikian saya membalas. Jangan heran wahai para Pembaca. Dalam keluarga saya, percakapan dalam bahasa Inggris seperti itu sudah biasa. Maklum lah ibu saya dibesarkan di Texas sebelum pindah ke Indonesia.
Titit...!!
Kata yang terakhir tadi itu adalah suara hape tanda SMS saya terkirim...
Tak lama kemudian ibu pun membalas,
"BARUSAN SMS NGOMONG APA? MAMI GAK MUDENG!"
Yah!! Si ibu ini... Jadi ketahuan deh sama Pembaca kalo tadi saya ngibul doang. Akhirnya saya ulangi lagi SMS saya tadi dalam versi bahasa Indonesia kemudian saya kirim lagi.
Titit...!!

Bis kecil pun melaju. Si mas kenek menagih uang. Saya bayar pake 5000-an. Ealah, gak dikasih kembalian. Emang bis kecil ini tarifnya gak jelas. Kadang 3000, kadang 4000. Berdasarkan pengamatan saya, kayaknya kalo penumpangnya lagi sepi tarifnya lebih tinggi. Apalagi ini hujan. Ya sudahlah, saya ikhlaskan saja. Bukankah ada tertulis, "Berikanlah kepada si kenek apa yang menjadi hak si kenek..." Tapi itu tertulisnya entah dimana, saya gak tau..

Tak berapa lama naik sejumlah ibu-ibu dan seorang kakek-kakek yang bawa payung lipet. Semua kebagian tempat duduk. Si kakek sepanjang perjalanan maenan payung terus. Dibuka, ditutup, dilipet. Dibuka lagi, ditutup lagi, dilipet lagi. Diem sebentar. Eh dibuka lagi, diem agak lama, ditutup lagi, dilipet lagi. Entah apa maksudnya. Mungkin si kakek ini mahasiswa S3 yang sedang melakukan penelitian mengenai dampak dibuka-tutupnya payung lipet secara periodik pada laju bis kecil yang sedang ngebut. Mungkin juga sekedar hobi. Kurang tahu juga.

Kemudian naik seorang pengamen bergitar yang menyapa para penumpang, "Yak selamat soreee..." dilanjutkan dengan menyanyikan lagu cinta bernada Melayu melas sambil merem melek kayak orang organisme gitu. Saya penasaran bisa request lagu gak ya. Kalo bisa saya mau pesen lagu 'Gugur Bunga' yang versi house ah.
Oya, ngomong-ngomong soal pengamen ini, sepanjang pengalaman saya naek bis, gak pernah sekalipun pengamen yang naek bis dimintai uang sama si mas kenek. Padahal dia naek bisnya jauh juga loh. Hmm.. Jadi pengin nyoba laen kali naek bis kecil sambil bawa gitar. Moga-moga gak dimintai uang. Mungkin tergantung jenis gitarnya juga kali. Kalo gitar listrik yang pake ampli gitu kayaknya tetep ditarik bayaran deh.

Kemudian si mas kenek pun ngerokok. Aduh mas kenek, teganya dikau. Asapnya kemana-mana. Sejumlah ibu-ibu penumpang sampai batuk-batuk. Ya Bapa, ampunilah si mas kenek ini, karena si mas kenek tidak tahu apa yang dia lakukan.

Kemudian bis pun berhenti di suatu tempat untuk menunggu penumpang. Ngetem istilahnya. Cukup lama.
Kira-kira dua tahun lebih satu minggu kami ngetem di sana.
Gak ding, boong. Dua puluh menitan lah.. Ya tapi itu lama deh.

Kemudian saya pun jadi berpikir, mungkin inilah sebabnya orang jadi enggan naek transportasi umum macam bis kota gitu. Ya karena morat-marit dan kesemrawutannya itu. Seolah-olah jadi identik dengan transportasi rakyat kecil. Padahal saya yang rakyat besar ini juga naek bis umum kan. Kalo saja semua bis umum itu bisa lebih terorganisir, lebih teratur, pasti banyak yang mau naek transportasi umum.
Akhirnya jumlah kendaraan pribadi di jalan pun bisa dikurangi.
Akhirnya kemacetan pun bisa diatasi.
Akhirnya polusi dan pemanasan global pun bisa dicegah.
Akhirnya cewek-cewek cantik pun banyak yang naek bis umum. Ihiiiyyy..
Indahnya dunia.
Kapan ya itu bisa terwujud? Tunggu saya jadi walikota yah. Amin.
Wassalam.



"Kiri maaassss...!!" Saya pun turun dari bis.

7 komentar:

  1. "organisme"... ngawur

    BalasHapus
  2. hahaha...gaya penceritaanmu yuwono banget...iki gaya komenku yo aku banget

    BalasHapus
  3. wahh.. ayo teruskan!! jadilah seperti raditya dika yang sukses dengan "kambing jantan"-nya. smoga kau bisa mencontoh,, dan mungkin nanti kamu akan menulis buku kambing-kambing jantan atau betina laennya, bisa "ayam jantan", "sapi jantan", atau lainnya.. kalo kamu yang nulis,, bisa laris lo. hehehe....

    BalasHapus
  4. haha.. terima kasih... terima kasih... :D

    BalasHapus
  5. WKAKAKAKAKK read ur blog makes me laugh.... jadi gak ngantuk d kantr.. hahahaha

    BalasHapus
  6. widihhh... di kantor gak kerja malah baca blog...
    hahaha...

    BalasHapus
  7. "ayahku dulu tentara"..."kadang jalan kaki sambil berbaris"..

    gatel

    BalasHapus