Sabtu, 27 Maret 2010

Stormy Stormy Night

Suatu hari di masa depan...


Malem itu aku lagi nonton bluray bajakan di ruang keluarga. Judulnya apa ya? Sudahlah kalian juga gak bakal tahu, ini kan pilem masa depan. Aku nonton sendirian deh. Anak-anak dan istriku uda tidur duluan. Dasar cupu. Pembantuku uda tidur belum? Gak tau dong, emangnya kalian pikir aku majikan macam apa?

Di luar hujan deres. Dingin sekali. Petirnya juga menyambar-nyambar dengan menggebu-gebu. Tapi jangan khawatir, di jaman ini uda jarang mati lampu. Kalo gak salah lampu mati terakhir itu 4 taon yang lalu.

Pilemnya uda abis. Saatnya tidur. Tipi pun kumatikan. Sebagai informasi, tipi di jaman ini dikendalikan oleh perintah suara. Jadi kita tinggal mengucapkan kata-kata tertentu yang nanti akan dideteksi oleh tipi. Gak perlu pake remote lagi.
"Harmoko!" Itu adalah perintah suara yang kuatur untuk mematikan tipi. Entah kenapa aku pilih itu. Sampe sekarang aku sendiri heran. Tipi pun mati. "Matikan!" Kalo itu adalah perintah suara untuk menyalakan tipi. Nah, bingung kan? Aku juga. Tipi pun nyala lagi.
"Harmoko!" Mati. "Matikan!" Nyala. "Harmoko!" Mati. "Matikan!" Nyala.
"Harmoko! Matikan! Harmoko! Matikan! Harmoko! Matikan! Harmoko! Matikan! Harmoko! Matikan!"
Tipi pun kedip-kedip mati-nyala dengan setia sesuai perintah. Bagaikan lampu diskotek. Eh diskotek uda gak ada ding, uda diharamkan 7 tahun yang lalu.
Karena si tipi gak konslet-konslet juga, aku pun menyerah dan memilih untuk mengakui ketangguhannya. "Harmoko!" Lalu aku pun menuju ke kamar tidur di mana terdapat istriku tercinta di dalamnya.

Istriku itu sudah terbaring di ranjang. Yes! Segera kusebelahi dia dengan penuh semangat. Tahu sendiri kan efek hawa dingin pada pria. Posisinya memunggungiku. Aku towel-towel tangannya dengan lembut dan penuh kasih sayang. Tidak ada reaksi. "Maaaam..." Panggilku dengan manja dan imut. Masih tidak ada reaksi.
Aku mulai penasaran, aku guncang bahunya perlahan sambil memanggil namanya. Siapa nama istriku itu? Sudahlah itu urusan rumah tangga orang, jangan ikut campur. Aku guncang lagi bahunya agak lebih keras. Tapi masih tidak ada reaksi. Hmm...
Aku pun berkata "Innalilah..."
"HUSSSSSSSSSSS!!"
Eh itu dia bangun, lalu mencubit perutku. "Nyumpahin istri sendiri ya!"
Ahahaha, ketahuan kamu pura-pura tidur oh istriku! Teganya dirimu...
"Salah sendiri pura-pura bobo"
"Habis kalo gak gitu pasti kamu ngajak ngobrol, jadi makin gak bisa tidur deh"
"Oh jadi dari tadi gak bisa tidur?"
"Iya hujannya serem sih....."
Lebih serem kamu kalo marah deh say, itu kataku dalam hati kepada istriku. Pasti dia gak denger. Rasain.
".....uda gitu belum berhenti-berhenti lagi," lanjutnya.

"Ya udah kalo takut sini tidurnya papa peluk aja."
"Ogah, bau! Hihi.."
Walo bicaranya demikian, dia tetep aja nurut pas dipeluk. Pake senyum-senyum lagi.
Dasar malu-malu mau. Hihi...
"Nah kalo dipeluk gini kan bisa jadi gak takut lagi..." kataku.
"Iya, bisa jadi anget juga.. hehe.." lanjut istriku.
"Iya, bisa jadi bayi juga... hehe.. aduhhh..." itu aku dicubit isriku.
"Mbooohhh, ngeresss..." begitu katanya. Walah...

Aku yakin kisah ini bisa berlanjut dengan lebih seru dan mendebarkan bagi para Pembaca pria yang masih sehat di seluruh muka bumi, sayangnya tiba-tiba masuklah kedua anakku ke dalam kamarku, "Papah.. Mamah....".

Anakku yang pertama itu lelaki. Sudah kelas 1 SD tapi masih single. Wajahnya seperti ibunya, syukurlah. Namanya Ervian. Itu adalah gabungan dari nama temen-temenku semasa kuliah dulu: Erisman, Octavianus, Andreas. Waktu ngasih nama anak itu, istriku sempet tanya, apa nanti temen-temenku yang laen yang namanya gak dipake gak pada iri. Lalu kujawab dengan bijak, "Oh kalau begitu kita bikin lagi aja yang banyak biar semua temenku bisa kepake namanya..." Seharusnya kalian sudah tahu gimana reaksi istriku kan? Baiklah tidak usah kita bahas.
Anakku yang kedua itu perempuan. Masih playgroup, masih single juga. Namanya dipilihkan oleh ibunya. Sebut saja Bunga, tapi itu bukan nama sebenarnya.

"Papah... Mamah... Takut...." Itu Ervian yang ngomong.
"Pah.. Mah.. Atuutt..." Itu Bunga ikut-ikut.
"Ah, cupuuuuuu..." Itu aku.
"Sini sayang..." itu istriku, menyuruh anak-anak naik ke kasur, sambil mencubit perutku lagi dengan keras.
"Mah.. Attiiit.." Itu aku lagi.

Akhirnya kami tidur berempat, dengan Ervian dan Bunga di antara aku dan istriku.
"Nanti kalo uda gede, Ervian harus bisa jaga adek yaa..." kataku.
"Iya," jawabnya, "si Bunga dikasih adek juga ya Pah, biar rame..."
"Wuookeee anakku.... Siap laksanakan! Mamah siap juga kah??" Jadi penasaran reaksinya....
"Tidurrr!!" Oh reaksinya tegas, tapi tersenyum. Hore... Tinggal tunggu waktu.
"Siap! Hihi...."
Ervian dan Bunga ketawa. Ih, apa mudeng sih kalian? Udah sana pada tidur!

Hujan di luar masih turun dengan hebatnya. Petir juga masih kayak yang tadi. Cuaca yang mengerikan.
Tapi tidak dapat mengalahkan kehangatan keluargaku. Aku jadi terharu dan ingin menangis. Tapi uda ngantuk. Ya sudah, kapan-kapan aja nangisnya.
Selamat tidur anak-anak... Selamat tidur Nyonya yang cantik di sebelah sana...



Hoahhmmm...

6 komentar:

  1. Stormy Stormy Night vs Starry Starry Night...Everything is good and nice story...
    Success for your story !! :)

    BalasHapus
  2. tidak suka kucing29 Maret 2010 pukul 21.38

    .."Wajahnya seperti ibunya, syukurlah."

    BalasHapus
  3. :) terima kasih anonim (:

    iya, biarlah ayahnya saja yang menanggung derita itu...

    BalasHapus
  4. lucu banget ,entah kenapa susananya seperti di komik romantis

    hahahahahaha

    BalasHapus
  5. I, somehow, guessed that it's based on true conversation? =p

    BalasHapus