Rabu, 05 Januari 2011

Sebuah Surat untuk Anak-anakku Nanti

Jakarta, 5 Januari 2011
Dear anak-anakku,


Apa kabar kalian semua? Pasti baik-baik saja kan? Yo mesti lah, secara kalian dibesarkan oleh seorang ibu yang super-duper-cantik dan seorang ayah yang keren tiada tara. Papi tidak tahu berapa jumlah kalian nantinya. Rencananya sih dua aja, tapi gak tahu juga kalo ternyata mami dan (terutama) papi berkehendak lain.
Yah, berapa pun itu, yang jelas papi dan mami pasti sangat mencintai kalian semua. Berbahagialah!

Saat surat ini ditulis, papi baru saja berumur 23 taon. Papi masih seorang karyawan swasta, nyaris eksekutif muda, belum jadi bos seperti saat kalian lahir nanti. Dari segi penghasilan bisa dibilang gaji papi standard aja. Hanya cukup untuk bayar kos, makan, nabung, dan foya-foya. Tapi papi tetap bahagia. Nah di sinilah poin yang patut kalian perhatikan oh anak-anakku! Bahwa papi bisa jadi bos yang sukses dan kaya-raya itu bukanlah sesuatu yang bisa diraih dengan instan dan dalam sekejap mata. Papi merintis semua itu dari bawah, dari level seorang karyawan biasa. Tetapi percayalah anakku, dengan usaha dan kerja keras dan doa dan keberuntungan dan kelicikan dan penipuan dan lain-lain, niscaya kesuksesan bukan impian belaka.

Saat ini papi masih bekerja di sebuah perusahaan terkenal di Jakarta. Oh kalo saja kalian tau Jakarta di jaman papi ini! Waktu papi kerja, Jakarta masih menjadi ibukota Indonesia (belum pindah ke Jayapura seperti jaman kalian nantinya), dengan kata lain pusatnya negara. Alhasil banyak orang berkumpul-kumpul di sini. Hampir semua jenis orang ada dan tinggal di Jakarta.
Rame banget dah pokoknya!
Mulai dari pengusaha yang sukses sampe yang bangkrut,
dari pejabat yang kaya karena korupsi sampe pejabat yang miskin karena ketahuan korupsi,
dari tukang cendol yang jadi penyanyi sampe penyanyi yang jadi pemaen film porno,
juga dari anak-anak SD yang sudah punya Blackberry sampe anak-anak gak sekolah yang telah ditakdirkan kere sejak bayi.
Dan lain-lain.
Semua ada di kota ini! Lengkap!

Pasti kalian bertanya-tanya oh anak-anakku yang kritis dan cerdas, dengan orang sebanyak itu, apa gak penuh sesak ini kota? Yak, pertanyaan bagus anakku!
Macet sekali kota ini! (Baca aja postingan papi sebelumnya di blog ini kalo kalian mau tau detilnya).
Polusi udaranya juga parah, bisa membikin upil kalian sebesar dan sehitam dosa.
Angkot-angkotnya juga semrawut. Supirnya suka berhenti sembarangan di tengah jalan, gak peduli walo menghalangi puluhan kendaraan yang sedang buru-buru di belakangnya. Diklakson malah marah-marah. Sabar dong, begitu katanya. Sabar dong dengkulmu kuwi, begitu kata papi dalam hati saja agar kalian yang masih kanak-kanak tidak perlu mendengar kata-kata kasar itu.

Oh.
Karena hal-hal tersebut di atas itulah oh anak-anakku, papimu memutuskan untuk pulang ke kampung halaman pada usia muda dan membangun usaha sendiri di sana.
Sehingga kalian tidak tumbuh menjadi generasi yang semau gue dan ber-upil gede.
Sehingga kalian tidak perlu menghabiskan umur kalian di jalanan yang macet itu.
Sehingga kalian tidak teracuni oleh kota ini.
Oh cukup papi saja oh anakku!

Ya sudah ah, segini dulu ya surat yang ga jelas juntrungannya ini. Karena besok pagi papi harus kembali bekerja jam 8 pagi (itu maksudnya berangkat dari kos jam segitu karena papi suka telat akibat malemnya chatting sama mami kalian). Kapan-kapan kalo niat papi tulis surat lagi deh.
Atas perhatiannya papi ucapkan terimakasih.

       Mengetahui,


           Papi
(atas nama mami juga)
Check out more..

Sabtu, 20 November 2010

Good Morning! Good Night! Jakarta!

~16/10/2010~
Sabtu pagi itu aku terbangun di dalam bus. Bus yang AC-nya duiinginn sekali, sehingga aku jadi tau perasaan chicken nugget dan botol Yakult di lemari pendingin supermarket.
Dengan mata yang belepotan tahi mata, kulihat kiri-kanan banyak gedung bertingkat-tingkat. Oh, kayaknya ini udah sampe Jakarta nih. Loh ngapain Yuwono ke Jakarta? Begitulah kalian akan bertanya-tanya kepada sesama kalian. Maka sesama kalian pun akan menjawab, bukankah ada tertulis bahwa Yuwono sang anak manusia telah diterima di sebuah perusahaan di Jakarta, dan bahwa Yuwono akan bekerja di sana mulai hari Senin. Itulah mengapa Yuwono harus meninggalkan kampung halamannya menuju Jakarta.
Oh, yeah!!

Kemudian aku pun mengirim SMS kepada ayah-bunda di Nazareth, kirim kabar supaya ayah-bunda tenang dan nyaman. Maklum lah anak berbakti.
SMS-nya biasa aja sih. Datar, gak pake becanda seperti harapan kalian. Maaf. Itu karena aku masih agak sedih berpisah dengan mereka tadi malam. Aku sampe hampir nangis lho waktu pamitan. Kalo itu masuk acara reality show pasti sudah diekspose habis-habisan. Reality show kan suka banget liat orang nangis-nangis, ato orang marah-marah, ato orang misuh-misuh, ato orang berkelahi... Udah ah, lagi sedih kok masih sempet bahas yang gak penting gitu.

Bus pun berbelok ke terminal Rawamangun dan mengakhiri perjalanannya. Itu kira-kira jam 6 pagi. Begitu sampai, pertama-tama tentu saja aku tak lupa segera meng-update status facebook untuk memastikan eksistensiku di dunia maya. Setelah itu yang kedua barulah mengucap syukur pada Tuhan karena telah melindungi sepanjang perjalanan hingga selamat sampai di Jakarta. Good morning Jakarta!

Pintu bagasi bus pun dibuka. Wohh, lihatlah itu semangat para pemuda terminal! Dengan antusias mereka berlarian menghampiri bagasi, untuk berebut membantu mengambilkan dan membawakan tas koperku. Luar biasa sekali jiwa pelayanan mereka!
Tapi karena aku merasa aku bukanlah siapa-siapa yang pantas untuk dilayani bagaikan seorang Tuan, maka aku pun menghentikan aksi bakti sosial mereka dan memilih untuk membawa koperku sendiri. Eh, mereka tetep ngeyel pengin bawain. Benar-benar orang yang konsisten, aku bangga padamu oh mas pemuda. Setelah diyakinkan berulang kali barulah dia mau mengikhlaskan koperku. Terima kasih atas niat baikmu itu, semoga amal ibadahmu diterima oh mas pemuda.

Kemudian aku menunggu di terminal. Menunggu temen mami yang katanya akan datang menjemput. Naik mobil tentu saja. Karena ketahuilah aku ini anak yang manja dan borju. Sori aja kalo suru naek angkot sendiri.
Sesampainya di rumah temen mami itu, aku bolehlah menumpang mandi walaupun tidak ada sumur di ladang. Nah menurut kalian apakah perlu aku ceritakan secara mendetil apa saja yang terjadi ketika aku mandi? Misalnya ketika kubuka kancing bajuku satu persatu perlahan-lahan dan seterusnya. Ato misalnya bagian apa saja yang aku gosok dan sabuni? Tentu saja para pembaca wanita akan bersemangat tapi aku juga memikirkan perasaan para pembaca pria yang akan bergidik ngeri. Karena itu kita skip saja ya.

Setelah mandi dan makan roti tak beragi, aku diantar ke kantor yang berlokasi di daerah Kepulauan Gadung. Hari itu sampai seminggu ke depan aku akan meniduri guesthouse perusahaan. Jadilah aku ke kantor dulu untuk diurusi orang kantor soal tempat tinggalku itu. Orang kantor itu sebut saja namanya Mas O. Kalau kalian melihat sendiri kantorku, kalian pasti akan iri dan dengki, apalagi kalo kalian dari perusahaan lain. Bagus sekali loh itu kantornya, jauh lebih bagus daripada terminal Rawamangun tadi (ya iyalahh). Aku sampe pengin cium tanah.

Sebelum ke guesthouse, oleh Mas O aku diajak survey lapangan dulu. Ngapain survey lapangan? Ini berhubungan dengan pekerjaan dan merupakan rahasia perusahaan. Jadi tidak akan aku ceritakan selama survey aku ngapain aja. Tapi bolehlah aku ceritakan bahwa aku survey sampai ke daerah Pondok Gede, dan bahwa aku mengendarai motor kantor sendiri sambil mengikuti Mas O dengan motornya di depan, dan bahwa siang itu panas sekali, dan bahwa jalanan macet sekali. Oh, itu macet bukan sembarang macet wahai warga Semarang. Itu adalah macetnya Jakarta. Lihatlah itu jalan raya apa parkiran, kok mobilnya gak bergerak sama sekali gitu. Sepeda motor juga pada lewat di atas trotoar, mungkin pengendaranya ingin bernostalgia saat dulu masih jadi pejalan kaki dan belum mampu kredit motor.

Ini ngapain juga ya orang-orang pada kompak semua mau ke Pondok Gede, sampe jalanan jadi penuh sesak gini. Padahal kan mereka bisa aja ke Ancol, ato ke Dufan, ato ke Monas, ato ke Bali, ato ke Batam, ato Singapore. Sialan sekali.
Ini semua gara-gara J.P. Coen! Kalo dulu dia bikin markas VOC di Papua, pasti Jakarta gak sehebat sekarang ini dan orang-orang gak pada ke sini. Kalo Papua kan besar tuh, jadi kayaknya gak bakal macet kayak gini deh. Ah, dasar kau J.P Coen!

Urusan di Pondok yang Gede itu selesai kira-kira jam 5 sore. Aku pun lalu diantar oleh Mas O ke guesthouse di daerah Kelapa Gading. Sampai di guesthouse kira-kira jam 6 sore. Wohhh... Kalau aku ceritakan guesthouse-nya kayak apa, kalian pasti juga bakal iri dan dengki lagi. Jadi gak usah aja lah ya.

Sesampainya di sana aku langsung mandi di kamar mandinya yang mewah itu, pake aer hangat yang mengucur dari shower. Aslinya si mau berendam juga di bathub-nya, tapi lagi males. Kapan-kapan aja lah, toh masih seminggu aku di sini. Lalu aku rebahan di kasurnya yang springbed dan queensize itu, sambil nonton tipi LCD yang gede seperti Pondok Gede, dengan ratusan channel yang bisa dipilih. Sangar ya sangar ya...

Malemnya si mami telepon, si papi juga ikut ngobrol tapi pake hape si mami. Curang sekali, lagi irit pulsa mungkin. Diingetinnya suru minum vitamin, jangan tidur kemaleman, jangan ngirit-ngirit makan.. Trus juga ngobrol ngalor ngidul... Oh oh betapa aku sudah merindukan kalian! Semoga di sana kalian berdua sehat dan bahagia selalu.



Kuakhiri hari itu dengan menemui si gadis Taiwan di dunia maya. Oh, wajahnya masih cantik seperti sedia kala. Kalau aku ceritakan cantiknya seperti apa, kalian pasti akan benar-benar sangat iri dan dengki, jauh lebih iri dan dengki daripada soal kantor ato guesthouse tadi. Sukurin! Oh, andai saja waktu macet tadi ada dia bersamaku, mau macet sampe tiga tahun pun aku rela... Oh, udah ah, capek...
Good night sweetheart!
Good night Jakarta!
Check out more..

Kamis, 30 September 2010

Akhirnya Akhir September

Tiba-tiba hari ini sudah 30 September.
Walah... Kayaknya bulan September ini melesat begitu cepat dan dahsyat, bagaikan kecoak diuber-uber orang serumah. Haissh, apaan sih...

Malam ini ditandai dengan hujan sederas-derasnya di kota Semarang. Plus juga petir menyambar-nyambar dihiasi kilat menyala-nyala, bagaikan lampu-apa itu ya namanya, yang ada payungnya segala itu, yang di studio-studio foto itu. Plus angin juga bertiup-tiup, bagaikan apa ya... ah sudahlah, aku sudah kehabisan perumpamaan yang agak lucu.
Seakan-akan langit September ingin memberikan pertunjukannya yang terakhir, sebuah grand closing. Seakan-akan juga ia mau menantang si langit Oktober, kira-kira seperti ini, "Hei lihatlah ini, aku bisa ujan sederes ini! Mari kita lihat kamu bisa sederes apa!" Oh, tolong kamu jangan terprovokasi wahai langit Oktober!

Saking deresnya sampe jalanan di depan rumah tergenang air lumayan tinggi. Kasian lah itu yang jual nasi bungkus di lapangan depan rumah. Kasian juga lah itu yang jual gorengan di sebelah rumahku. Kasian juga orang-orang yang pada keluyuran di jalan itu naek sepeda motor. Lalu kasian juga korban kerusuhan Tarakan kemaren. Dan kasian juga korban Lapindo yang udah lama gak diurusi itu. Trus kasian juga kita ini semua orang berdosa. Udah ah..

Saking deresnya juga sampe tiba-tiba kamarku bocor. Ini bocor bukan sembarang bocor semacam soal ujian nasional itu. Ini bocor istimewa. Aernya sampe ngocor kayak pancoran gitu. Masyaallah. Di sana sini pula. Sayang gak sempat difoto. Kan lumayan bisa dipamerkan pada kalian di sini, di facebook juga, biar kalian bisa ikut gembira. Lantai kamar sampe tergenang aer. Langsung segera kasur dipindah keluar. Keluar kamar maksudnya, bukan keluar rumah. Lemari buku juga diangkut, tentu saja beserta bukunya. Barang-barang yang laen juga. Itu aku bahu membahu bersama ayah-ibu. Kompak lah pokoknya. Aku sampe pengin tepuk tangan, tapi sayang tanganku baru dipake buat angkat junjung. Ya udah aku tahan nafsuku itu.

Sekarang udah berhenti sih bocornya. Tapi ya gitu, kamarku masih porak poranda. Besok pagi papi mau manggil insinyur buat mbenerin. Yang dari luar negri sekalian insinyurnya, biar sangar.

Begitulah akhir September di rumahku. Oh! Jadi inget ini tanggal 30 September malem, dulu banget biasanya malem-malem gini ditayangkan pilem G30SPKI di tipi. Dulu aku yang masih dalam wujud anak SD itu tentu saja setiap tahun selalu menonton karena penasaran. Lalu kemudian selalu takut sendiri n ga bisa tidur. Lalu kemudian pindah tidur di kamar papi-mami. Setiap tahun selalu begitu. Gak kapok-kapok. Dasar pecundang gendut. Oh! Jadi inget juga malem ini aku mesti nunut tidur di kamar papi-mami lagi karena kamarku sementara tidak layak huni. Oh! How nostalgic!

Ya sudah lah sekian dulu kuakhiri posting yang mengakhiri akhir September ini.
Dan memang itulah tujuannya posting ini.
Agar September ini blog-ku tidak kosong tanpa postingan.

Yeah!! Check out more..

Selasa, 24 Agustus 2010

Merencanakan Bayi

Pada suatu hari di dunia maya, melalui media bernama Yahoo Messenger.....


"Emang kalo kamu uda nikah nanti, pengen punya anak berapa?" begitu tanya gadis cantik itu padaku.
Aku pun menjawab dengan yakin dan ikhlas, "Dua."
"Hah? Dua?? Dua apa?? Dua ratus?? Haha..." Eh, pake ketawa lagi, padahal jayus. Untunglah kamu cewek cantik. Jadinya aku maklumi.
"Husss!! Mbo' pikir aku pria macam apa pengen punya anak dua ratus gitu!!" Aku sih ngetiknya dengan nada marah-marah gitu, padahal aslinya sih nggak marah loh. Biasa lah anak muda, suka pura-pura ngambeg buat cari perhatian.
"Haha.. Iya-iya becanda... Jangan ngambeg gitu ah, nanti cakepnya ilang.. Hihi.. Dua anak kan penginnya?" Tuh bener kan, diperhatiin, dibilang cakepnya ilang segala. Pura-pura ngambeg emang asyik deh.

"Iya, penginnya dua... Dua RIBUUU!! Bwahahahaha...." Ealah, jayus kok pake ngakak segala. Uda gitu jelek pula orangnya. Ludahi saja. Pasti begitu kan pikiran kalian? Tak apa, aku maafkan saja kalian karena aku sedang sibuk bercerita. Lagian ini bulan puasa.
"Husss!! Wong edan!! Haha..." Begitu balasnya, kayaknya sih gembira soalnya pake haha gitu.

"Loh? Kok malah dibilang wong edan sih? Ini juga bukan kemauanku, tapi kemauan Tuhan! Kamu gak pengin melaksanakan kehendak Tuhan?"
"Heh?? Bawa-bawa Tuhan segala!!" Marahkah dia? Entahlah... Aku si gak urusan, soalnya dia kalo marah pun tetep cantik.
"Iya, bener kok. Bukankah dulu Tuhan bersabda pada Adam dan Hawa, beranakcuculah dan berkembangbiaklah, penuhilah bumi ini. PENUHILAH BUMI INI!! Nah lo... Mana bisa dua anak doang buat menuhin bumi. Dua ribu dong!" Logis kan? Oh yeah!

"Hahaha!! Wong edan!! Menyalahgunakan firman Tuhan!! Dasar kafir!!! Haha..." Biasanya orang ngatain kafir sambil nglemparin batu kan? Lah ini malah sambil ketawa-ketawa. Ckckck... Serius dikit dong sayangku!
Maafkanlah makhluk ciptaan-Mu ini ya Tuhan, yang bawa-bawa nama-Mu seenaknya, yang pake-pake sabda-Mu sembarangan. Tapi percayalah Tuhan, aku tidak menyalahgunakannya untuk mencari pengikut-pengikut, yang kemudian untuk dikeruk uangnya di dalam nama-Mu. Ataupun juga pengikut-pengikut yang kemudian dimanfaatkan untuk berbuat kekerasan dan anarkisme dengan menyebut nama-Mu.
Tidak Tuhan, percayalah!

"Biarin kafir... Gak pa pa! Kan menurut Undang-Undang Dasar, kafir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara"
"Itu fakir tau! Hahaha..." Iya, uda tau kok, aku kan pura-pura salah biar kamu ketawa.
Maafkanlah wargamu ini ya pemerintah, yang mengubah isi Undang-Undang Dasar demi kepentingan pribadinya. Tapi percayalah kepentingan pribadiku cuma untuk becanda. Bukan untuk merebut hak-hak rakyat jelata atau menumpuk kekayaan pribadi seperti yang biasanya kalian lakukan. Jadi kalian pasti bisa memakluminya kan?

Yah, begitulah kami berdua... Jumpanya hanya di dunia maya gara-gara si gadis cantik melanjutkan studi di Taiwan. Kuliah apa ya di Taiwan? Kayaknya sih kuliah kungfu ato taichi gitu. Di sana kan terkenal ilmu silatnya.
Sering aku bertanya, kalau dia nulis 'hahaha' di YM itu tadi, apakah dia ketawa beneran di sana? Ataukah dia cuma berusaha menghargai usahaku menghiburnya? Yang manapun, aku tetap bahagia.
Sering juga aku bertanya apakah kehadiranku yang cuma berupa sekumpulan tulisan di layar monitor itu cukup baginya? Yang ini aku gak tau jawabannya.

Ya sudah.

Semoga kamu cepat lulus ya... Lalu segera kita mulai proyek pemenuhan bumi ini!
"Heh! Wong edan!" Pasti begitu katamu.


"Heh! I love you!" Itu kataku.
Check out more..

Sabtu, 14 Agustus 2010

Lone Wolf Leunami Won

Kemaren aku tiba-tiba pengin nonton pilem di bioskop.

Loh piye to? Sudah berbulan-bulan menghilang dari blog ini, kok tiba-tiba yang diomongin malah nonton bioskop. Kemana sajakah Tuanku selama ini? Ngapain aja?
Pasti pertanyaan-pertanyaan itu berkecamuk di sanubari Saudara-saudari sekalian yang memiliki rasa ingin tahu yang luar biasa.
Oh, terima kasih sudah bertanya, tapi maaf hal itu belum akan kuceritakan dulu. Laen kali deh ya. Oke, back to topic.

Kemaren aku tiba-tiba pengin nonton pilem di bioskop. Pilem Inception judulnya. Hari gini baru nonton Inception? Biarin lah. Lagian kan aku nonton juga pake uangku sendiri, bukan uang rakyat jelata.
Aku pun pergi sendiri naek sepeda motor. Pilemnya jam 6.15 sore, tapi aku udah berangkat jam 5 sore. Itulah hebatnya aku, orang yang disiplin dalam hal waktu dan selalu berusaha datang sebelum acara dimulai. Teladanilah aku wahai rakyat Indonesia!
Oya, lupa bilang. Bioskopnya itu daerah Simpang Lima. Tidak usah kita sebut namanya lah, oke?
Akhirnya aku sampai di E-Plaza kira-kira pukul 5.30. Itu termasuk lama loh. Biasanya dengan kecepatan yang waras aku bisa sampe dalam waktu 15-20 menitan. Maklum lah jam orang pulang kantor, jadi macet semua. Apalagi di Simpang Lima sedang ada acara upacara tentara-tentara gitu. Gak tau upacara dalam rangka apa, mungkin untuk ngabuburit. Keren juga ya ngabuburit-nya tentara.

Setelah membeli tiket, karena masih ada waktu, aku pun melarikan diri ke toko buku di deket situ. Di toko buku yang berinisial G ini (Gramedia loh, bukan Gunung Agung) aku baca buku gratisan. Trus beli buku juga ding. Kemudian aku pun kembali ke bioskop yang namanya tidak usah disebut itu tadi kira-kira pukul 6.
Di dalam pikiranku yang penuh dengan hal-hal duniawi itu, aku sudah berencana akan beli minuman dan burger untuk teman menonton pilem. Sampe uda bayangin betapa nikmatnya si burger segala. Sesampainya di mbak bakul minuman dan makanan di dalam bioskop, ternyata harga burgernya 15 ribu! Woalahh, kirain 7 ribuan!
Ya udah, maaf ya Bur, laen kali aja kalo aku uda kerja pasti akan kuborong dirimu dengan mudahnya. See you again! Akhirnya aku beli minum aja...

Di dalem studio itu sepi sekali. Hanya aku bersama beberapa pasangan muda-mudi dan tua-tui. Ada juga pasutri bersama anaknya yang masih bayi segala. Hebat juga tu bayi doyan pilem berat gini. Aku waktu bayi dulu nonton Unyil aja gak mudeng. Kalo si jabang bayi itu juga diitung, mungkin kira-kira cuma ada 10 jiwa di dalem studio itu. Benar-benar eksklusif!
Sepertinya aku gak perlu cerita tentang pilemnya karena aku yakin Inception yang aku tonton ini jalan ceritanya pasti sama dengan Inception yang kalian tonton. Jadi kalian pasti juga udah tau, kecuali kalo kalian ada yang belum nonton. Sukurin.

Ternyata emang benar kata Kang Jajas (seorang ahli pengamat pilem, teman kuliahku dulu). Nonton pilem berat gini paling enak emang sendirian. Gak ada yang towal-towel tanya ini maksudnya gimana, tanya itu jagoannya ato penjahatnya, tanya ini masih lama apa gak pilemnya, dst. Jadi bener-bener fokus. Aku jadi merasa iba pada si bayi karena dia nonton dengan kedua orangtuanya. Pasti gak bisa konsen.
Pilem pun berakhir dengan happy ending (setidaknya menurutku) pada pukul 9-an.

Sepulangnya dari bioskop, aku pengin makan nasi pecel. Maka sepeda motor bersama dengan aku yang setia di atasnya melaju ke jalan Mataram karena di sanalah letak warung nasi pecelnya. Walaupun di layarnya hanya tertulis "Warung Makan Nasi Pecel", tapi di sana ternyata jual es teh juga. Maka aku pun pesen es teh juga. Ketika si mbok nasi pecel kukecam soal tulisan di layar itu, ia pun berkata "Apa yang kutulis, tetap tertulis" Ya sudah lah mbok.
Lalu karena aku pengin makan lagi, aku pun tambah satu pincuk lagi. Tidak ada yang mencubit perutku karena kebanyakan makan malem-malem gini. Tidak ada yang ngomelin nanti bisa gendut de el el. Agak kangen juga jadinya denganmu. Tapi kenyang.

Setelah itu aku pun pulang dengan melewati jalanan kota yang penuh berhiaskan lampu-lampu. Karena sudah agak malam jadi jalanan cukup lengang sehingga aku bisa nyetir dengan seenaknya: zig-zag kiri kanan, ngedrift di aspal, ngebut dengan roda depan diangkat, ngebut dengan berdiri di jok motor sambil memejamkan mata, dll. Pokoknya sangar sekali lah aku saat itu, bagaikan Ali Topan anak jalanan. Andai kalian bisa melihatnya...
Oh, sebenarnya asyik juga kesendirian itu, kalau saja kalian tau cara menikmatinya! Maka janganlah terlalu mengutuki nasib kalian wahai para singlewan dan singlewati di seluruh negri, nikmati saja!
Check out more..

Sabtu, 27 Maret 2010

Stormy Stormy Night

Suatu hari di masa depan...


Malem itu aku lagi nonton bluray bajakan di ruang keluarga. Judulnya apa ya? Sudahlah kalian juga gak bakal tahu, ini kan pilem masa depan. Aku nonton sendirian deh. Anak-anak dan istriku uda tidur duluan. Dasar cupu. Pembantuku uda tidur belum? Gak tau dong, emangnya kalian pikir aku majikan macam apa?

Di luar hujan deres. Dingin sekali. Petirnya juga menyambar-nyambar dengan menggebu-gebu. Tapi jangan khawatir, di jaman ini uda jarang mati lampu. Kalo gak salah lampu mati terakhir itu 4 taon yang lalu.

Pilemnya uda abis. Saatnya tidur. Tipi pun kumatikan. Sebagai informasi, tipi di jaman ini dikendalikan oleh perintah suara. Jadi kita tinggal mengucapkan kata-kata tertentu yang nanti akan dideteksi oleh tipi. Gak perlu pake remote lagi.
"Harmoko!" Itu adalah perintah suara yang kuatur untuk mematikan tipi. Entah kenapa aku pilih itu. Sampe sekarang aku sendiri heran. Tipi pun mati. "Matikan!" Kalo itu adalah perintah suara untuk menyalakan tipi. Nah, bingung kan? Aku juga. Tipi pun nyala lagi.
"Harmoko!" Mati. "Matikan!" Nyala. "Harmoko!" Mati. "Matikan!" Nyala.
"Harmoko! Matikan! Harmoko! Matikan! Harmoko! Matikan! Harmoko! Matikan! Harmoko! Matikan!"
Tipi pun kedip-kedip mati-nyala dengan setia sesuai perintah. Bagaikan lampu diskotek. Eh diskotek uda gak ada ding, uda diharamkan 7 tahun yang lalu.
Karena si tipi gak konslet-konslet juga, aku pun menyerah dan memilih untuk mengakui ketangguhannya. "Harmoko!" Lalu aku pun menuju ke kamar tidur di mana terdapat istriku tercinta di dalamnya.

Istriku itu sudah terbaring di ranjang. Yes! Segera kusebelahi dia dengan penuh semangat. Tahu sendiri kan efek hawa dingin pada pria. Posisinya memunggungiku. Aku towel-towel tangannya dengan lembut dan penuh kasih sayang. Tidak ada reaksi. "Maaaam..." Panggilku dengan manja dan imut. Masih tidak ada reaksi.
Aku mulai penasaran, aku guncang bahunya perlahan sambil memanggil namanya. Siapa nama istriku itu? Sudahlah itu urusan rumah tangga orang, jangan ikut campur. Aku guncang lagi bahunya agak lebih keras. Tapi masih tidak ada reaksi. Hmm...
Aku pun berkata "Innalilah..."
"HUSSSSSSSSSSS!!"
Eh itu dia bangun, lalu mencubit perutku. "Nyumpahin istri sendiri ya!"
Ahahaha, ketahuan kamu pura-pura tidur oh istriku! Teganya dirimu...
"Salah sendiri pura-pura bobo"
"Habis kalo gak gitu pasti kamu ngajak ngobrol, jadi makin gak bisa tidur deh"
"Oh jadi dari tadi gak bisa tidur?"
"Iya hujannya serem sih....."
Lebih serem kamu kalo marah deh say, itu kataku dalam hati kepada istriku. Pasti dia gak denger. Rasain.
".....uda gitu belum berhenti-berhenti lagi," lanjutnya.

"Ya udah kalo takut sini tidurnya papa peluk aja."
"Ogah, bau! Hihi.."
Walo bicaranya demikian, dia tetep aja nurut pas dipeluk. Pake senyum-senyum lagi.
Dasar malu-malu mau. Hihi...
"Nah kalo dipeluk gini kan bisa jadi gak takut lagi..." kataku.
"Iya, bisa jadi anget juga.. hehe.." lanjut istriku.
"Iya, bisa jadi bayi juga... hehe.. aduhhh..." itu aku dicubit isriku.
"Mbooohhh, ngeresss..." begitu katanya. Walah...

Aku yakin kisah ini bisa berlanjut dengan lebih seru dan mendebarkan bagi para Pembaca pria yang masih sehat di seluruh muka bumi, sayangnya tiba-tiba masuklah kedua anakku ke dalam kamarku, "Papah.. Mamah....".

Anakku yang pertama itu lelaki. Sudah kelas 1 SD tapi masih single. Wajahnya seperti ibunya, syukurlah. Namanya Ervian. Itu adalah gabungan dari nama temen-temenku semasa kuliah dulu: Erisman, Octavianus, Andreas. Waktu ngasih nama anak itu, istriku sempet tanya, apa nanti temen-temenku yang laen yang namanya gak dipake gak pada iri. Lalu kujawab dengan bijak, "Oh kalau begitu kita bikin lagi aja yang banyak biar semua temenku bisa kepake namanya..." Seharusnya kalian sudah tahu gimana reaksi istriku kan? Baiklah tidak usah kita bahas.
Anakku yang kedua itu perempuan. Masih playgroup, masih single juga. Namanya dipilihkan oleh ibunya. Sebut saja Bunga, tapi itu bukan nama sebenarnya.

"Papah... Mamah... Takut...." Itu Ervian yang ngomong.
"Pah.. Mah.. Atuutt..." Itu Bunga ikut-ikut.
"Ah, cupuuuuuu..." Itu aku.
"Sini sayang..." itu istriku, menyuruh anak-anak naik ke kasur, sambil mencubit perutku lagi dengan keras.
"Mah.. Attiiit.." Itu aku lagi.

Akhirnya kami tidur berempat, dengan Ervian dan Bunga di antara aku dan istriku.
"Nanti kalo uda gede, Ervian harus bisa jaga adek yaa..." kataku.
"Iya," jawabnya, "si Bunga dikasih adek juga ya Pah, biar rame..."
"Wuookeee anakku.... Siap laksanakan! Mamah siap juga kah??" Jadi penasaran reaksinya....
"Tidurrr!!" Oh reaksinya tegas, tapi tersenyum. Hore... Tinggal tunggu waktu.
"Siap! Hihi...."
Ervian dan Bunga ketawa. Ih, apa mudeng sih kalian? Udah sana pada tidur!

Hujan di luar masih turun dengan hebatnya. Petir juga masih kayak yang tadi. Cuaca yang mengerikan.
Tapi tidak dapat mengalahkan kehangatan keluargaku. Aku jadi terharu dan ingin menangis. Tapi uda ngantuk. Ya sudah, kapan-kapan aja nangisnya.
Selamat tidur anak-anak... Selamat tidur Nyonya yang cantik di sebelah sana...



Hoahhmmm...
Check out more..

Jumat, 26 Maret 2010

Keliling Kota

Hari itu bukan hari Minggu, aku yakin itu. Tapi hari Selasa, aku juga yakin itu. Tapi kok libur. Kayaknya ada hari libur nasional apa gitu, agak lupa.

Pada hari itu papi dan mami pergi berziarah bersama warga gereja lainnya. Sejujurnya aku agak kurang tahu di mana, pokoknya di sekitar Jogja lah. Lagian yang wajib tahu lokasinya dengan pasti kan sopir bisnya, ya gak? Jadi cukup wajar kalo aku gak tahu.
Maka berangkatlah dua insan yang mabuk asmara itu pagi-pagi buta, sebelum ayam jantan berkokok tiga kali. Mereka naek mobil ke gereja, kumpul-kumpul bersama peziarah lainnya dulu, trus baru naek bis.
Daaaaa... Berbahagialah wahai ayahku, wahai ibuku...
Demikianlah aku di depan rumah mengantar kepergian mereka, melambai-lambaikan tangan pada mobil papi, sambil menyanyikan "sayonara-sayonara sampai berjumpa pula..." Aku berharap papi dan mami membalas dengan menyanyikan "selamat belajar nak penuh semangat.." Tapi tidak tuh. Ya sudah, bakat orang emang berbeda-beda.
Laguku belum sempat sampai pada bagian "buat apa susah, buat apa susah, susah itu tak ada gunanya", tapi mobil papi sudah tidak terlihat lagi. Maka aku memutuskan buat apa susah-susah nyanyi lagi karena itu tak ada gunanya. Aku pun masuk rumah dan tidur lagi.

Aktivitasku hari itu sampai tengah hari sepertinya tidak ada yang perlu diceritakan. Gitu-gitu aja.
Sorenya, sekitar pukul 3, aku yang bosan di rumah ini berniat jalan-jalan keliling kota. Aslinya sih mau naek mobil aja, siapa tahu ujan. Tapi itu tidak mungkin. Penyebab utamanya adalah, tahu sendiri kan, mobilnya lagi dipake papi-mami. Penyebab sampingannya adalah aku ini gak bisa nyetir mobil. Akhirnya pergilah aku naek sepeda motor.

Jalan keluar dari perumahanku itu Jalan Hasanuddin namanya.
Jalannya beraspal. Aspalnya bolong-bolong. Bolong-bolongnya berair. Airnya sisa hujan yang entah kapan terjadinya. Parah deh pokoknya. Kalau aku jadi Hasanuddin aku pasti sudah marah besar karena namaku dipake buat nama jalan yang wujudnya asusila gitu.
Semua kendaraan -- dari mobil mewah keluaran terbaru yang berisi satu orang, sampe motor bebek tua yang dinaiki satu keluarga -- semua harus rela enjot-enjotan di jalan yang bergelombang itu. Yang paling menderita tentu saja adalah shock breaker sepeda motorku yang harus menanggung beban berat lemak-lemak dan dosa-dosaku. Yah, salah siapa mau jadi shock breaker.

Setelah melalui neraka jahanam itu, beloklah aku ke kanan, ke Jalan Imam Bonjol. Jalanannya bisa dibilang nyaman, di kiri kanan ada pohon-pohon besar nan rindang. Tapi sayang dari arah berlawanan kadang ada bis-bis urakan yang kebut-kebutan. Mungkin aja karena sopirnya dulu bercita-cita pengin jadi pembalap nasional seperti Taufik Hidayat tapi gak kesampaian. Mungkin aja karena mereka harus bersaing rebutan penumpang dengan bis lain di depan atau belakangnya. Yah semoga saja mereka bisa berebut penumpang dengan sportif tanpa harus merebut nyawa orang. Selamat berjuang bapak-bapak sopir!

Tibalah aku di seputar Tugu Muda yang menjulang tinggi, walaupun masih kalah tinggi sama Monas, apalagi sama patung Liberty, apalagi sama Mount Everest, apalagi sama Tuhan yang Maha Tinggi. Ya sudah.
Sayang aku berangkatnya sore-sore. Kalau malam pasti Tugu Muda terlihat lebih bagus lagi, ada lampu-lampu kecil yang dipasang di puncaknya. Terlihat sangat indah, bagaikan sebatang rokok raksasa yang berpendar di tengah kota. Apaan sih...

Lalu sepeda motorku mengarah ke Jalan Pandanaran. Jalannya puanjaaaang sekali, dari pojok sini sampe pojok sana. Untunglah aku naek sepeda motor. Kalau aku jalan kaki, pasti aku tidak naek sepeda motor. Halah... Ngelantur lagi.
Oya, lupa bilang. Di sepanjang perjalanan tadi banyak terlihat poster-poster, spanduk-spanduk, dan baliho-baliho dari para calon wali kota. Sebentar lagi mau pemilihan wali kota sih. Sebentar lagi kapan? Ya kira-kira 5 menitan lagi. Tunggu aja.
Masing-masing calon dengan pose dan slogannya sendiri-sendiri. Siapa mereka itu? Aku gak kenal. Aku cuma tahu dari poster aja tuh. Sekedar, oh ini pak itu, oh itu bu ini... Sekedar gitu.
Lalu aku akan disuruh memilih wali kotaku dari orang-orang yang aku cuma tahu dari iklan-iklan itu??? Jangan bercanda deh. Tapi ya sudahlah, aku ini orangnya suka pasrah dan nurut, tipe mental rakyat jelata. Pasti aku pilih salah satu kok. Tapi ya itu, cuma berdasarkan iklan.
Oya lagi, yang tadi aku bilang pemilihannya 5 menitan lagi itu boong kok. Pasti juga uda pada tahu kan?

Sampailah aku di pusat kota yang bernama Simpang Lima. Selain pusat kota, tempat ini juga terkenal sebagai pusat papan iklan. Di sana-sini berdiri papan iklan. Mulai dari iklan narkoba (maksudnya iklan jauhi narkoba, bukan iklan jualan narkoba gitu) sampe iklan calon wali kota tadi.
Ada juga papan yang gambarnya wali kota yang masih berkuasa sekarang. Isinya tentang apa aku uda lupa. Jaga kebersihan atau kesehatan gitu mungkin. Atau jagalah ketertiban gitu. Atau jagalah hati jangan kau nodai. Tapi gak mungkin ding, itu mah Aa Gym. Lupa ah pokoknya. Papannya uda kusam dan suram. Sekusam dan sesuram masa depannya. Masa depannya siapa? Sudahlah tidak perlu dibahas daripada aku kena masalah.

Wah wah, ada Avatar di bioskop! Itu reaksiku saat melihat poster pilem bioskop yang ada di salah satu mal. Itu kan pilem box office terkenal! Sangat booming dimana-mana! Temen-temenku di kota laen yang uda nonton aja sampe heboh update status di Facebook! Kapan mereka nontonnya ya? Hmm.. Kira-kira sudah DUA-TIGA BULAN yang lalu... Walah, sialan. Sialan mereka. Jadi merasa basi deh aku. Males ngomongin lagi deh. Ya beginilah bioskop di kotaku. Yang sering up to date cuma pilem-pilem nasional yang kadang gak jelas gitu. Pilem tentang arwah gentayangan berbodi seksi, tentang hantu cabul, tentang suster yang suka merawat rambut. Semacam itu lah.

Dari Simpang Lima aku kembali mengarah ke Pandanaran karena mau ke toko buku yang ada di situ. Lha kok gak dari tadi ke situ aja, pake muter-muter Simpang Lima segala? Kata orang, hidup itu soal pilihan. Dan muter-muter Simpang Lima adalah pilihanku. Jadi mohon biarkan saja.
Perbuatan tercela yang kulakukan di toko buku, seperti misalnya baca buku gratisan, sepertinya tidak perlu dibahas karena dapat mempengaruhi kelakuan generasi muda yang secara tidak sengaja membaca blog ini. Setelah pulang dari toko buku pun aku melewati jalan yang sama seperti saat berangkatnya tadi. Jadi sepertinya tidak ada lagi yang perlu dibahas di sini. Maka tidak ada lagi alasan untuk tidak mengakhiri posting ini.
Ya sudah.




Papi dan mami pulang rumah jam 12 malem. Aku lagi nonton tipi. Andai itu aku yang pulang jam segitu, pasti mami uda mencak-mencak tanya aku darimana aja, jam segini baru pulang. Tapi untungnya aku, sebagaimana yang sudah Pembaca tahu, adalah anak yang soleh dan pengertian kepada orangtuanya. Maka kusambut mereka dengan gembira, termasuk segenap oleh-olehnya. Terbersit niat untuk nyanyi "halo halo Bandung" tapi karena mereka dari Jogja, maka akan terasa jayus dan gak nyambung. Lagian daripada diprotes warga setempat karena berisik. Ya sudah gak jadi nyanyi. Papi-mami pasti kecewa. Tidak apa-apa, sudahlah Pi, sudahlah Mi, kan masih ada hari esok. Begitu kataku dalam hati. Selamat malam.....
Check out more..